Bakteri merupakan salah satu bagian dari mikroorganisme. Bakteri memiliki ukuran yang relatif kecil dan merupakan organisme uniselular (sel tunggal). Bakteri juga termasuk kelompok organisme prokariotik, karena materi genetiknya tidak diselubungi oleh membran inti. Bakteri memiliki berbagai macam bentuk, umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu bentuk basil (seperti batang), bentuk kokus (seperti bola atau oval), dan bentuk spiral. Ada juga bakteri yang memiliki bentuk bintang dan kotak. Individu-individu bakteri dapat hidup dengan membentuk pasangan, rantai, kluster, dan bentuk lainnya. Bentuk-bentuk tersebut dapat menjadi dasar karakter suatu marga pada bakteri. Ukuran bakteri sangat bervariasi, mulai dari diameter 0,2 mikrometer sampai 700 mikrometer (Madigan dkk. 2011).
Dinding Sel Bakteri
Sel bakteri memiliki struktur dinding sel. Namun, struktur dinding sel pada bakteri berbeda dengan tumbuhan. Penyusun utama dinding sel pada bakteri adalah peptidoglikan, sedangkan penyusun utama dinding sel pada tumbuhan adalah selulosa (Tortora dkk. 2010). Peptidoglikan merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari dua macam gula turunan, yaitu N-acetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic acid (NAM). Selain itu, peptidoglikan juga disusun oleh beberapa asam amino, seperti D-alanine, L-alanine, D-glutamic acid, lysine atau struktur mirip analog asam amino yang disebut DAP. Semua komponen tersebut dikoneksikan sehingga membentuk struktur berulang yang disebut glycan tetrapeptide (Madigan dkk. 2011).
Secara umum, dinding sel mempunyai fungsi untuk memberi kekuatan secara struktural pada sel dan memberi perlindungan dari lisisnya sel. Dinding sel bakteri mempunyai lapisan yang kaku dan keras yang bertanggung jawab untuk memberi kekuatan pada sel. Bahkan, bakteri gram negatif mempuyai lapisan tambahan di luar lapisan yang kaku tadi. Lapisan yang kaku itulah yang disebut peptidoglikan. Sementara itu, sel bakteri menghadapi tekanan osmotik yang tinggi, sekitar dua atmosfer pada kebayakan sel bakteri. Sel memanfaatkan dinding sel untuk menahan tekanan tersebut dan mencegah sel dari pelisisan (Madigan dkk. 2011).
Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dibedakan berdasarkan struktur dinding selnya. Bakteri gram positif memiliki beberapa lapisan peptidoglikan sehingga lapisan peptidoglikannya tebal. Umumnya, 90% penyusun dinding sel bakteri gram positif merupakan peptidoglikan. Dinding sel bakteri gram positif mengandung teichoic acid. Ada dua tipe teichoic acid, yaitu lipoteichoic acid, yang menjangkau lapisan peptidoglikan dan terhubung ke membran plasma, dan wall teichoic acid, yang terhubung dengan lapisan peptidoglikan (Tortora dkk. 2010).
Berbeda halnya dengan bakteri gram positif, bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Namun, dinding sel bakteri gram negatif mempunyai membran luar. Membran luar terdiri dari lipopolisakarida (LPS), lipoprotein, dan fosfolipid. Peptidoglikan terikat dengan lipoprotein di membran luar dan periplasma, yaitu struktur seperti gel yang berada di antara membran luar dan plasma membran. Selain itu, Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung teichoic acid (Tortora dkk. 2010).
Endospora Bakteri
Beberapa kelompok bakteri, seperti kelompok Clostridium dan Bacillus, dapat membentuk struktur spora yang disebut endospora. Endospora dibentuk ketika nutrisi esensial berkurang atau habis. Endospora merupakan sel yang terdehidrasi dan memiliki daya tahan yang sangat tinggi. Endospora memiliki daya tahan yang sangat tinggi karena memiliki lapisan dinding yang tebal dan memiliki penambahan lapisan. Ketika dilepaskan ke lingkungan, Endospora dapat bertahan pada kondisi panas yang ekstrem, kekurangan air, dan paparan zat kima toksik serta radiasi. Endospora dibentuk secara internal atau di dalam sel. Hal tersebut yang menyebabkan spora pada bakteri disebut endospora (Tortora dkk. 2010).
Proses terbentuknya endospora di dalam sel vegetatif disebut sporulasi atau sporogenesis. Ada enam tahapan untuk membentuk endospora. Tahap pertama, spora septum memulai untuk mengisolasi DNA hasil replikasi dan sebagian kecil sitoplasma. Tahap kedua, membran plasma memulai untuk mengelilingi DNA, sitoplasma, dan membran yang diisolasi pada tahap pertama. Tahap ketiga, spora septum mengelilingi bagian yang terisolasi tadi yang disebut forespore, spora telah memiliki membran ganda. Tahap keempat, lapisan peptidoglikan dibentuk diantara membran. Tahap kelima, dibentuk lapisan mantel spora yang tersusun dari protein. Lapisan spora tersebut yang nantinya akan memberi kekuatan pada endospora di lingkungan yang berbahaya. Tahap terakhir, sel awal didegradasi dan spora dilepaskan (Tortora dkk. 2010).
Struktur endospora pada bakteri lebih kompleks dibandingkan sel vegetatifnya. Endospora memiliki beberapa lapisan yang tidak dimiliki oleh sel vegetatifnya. Lapisan paling luar disebut exosporium, merupakan lapisan protein yang tipis. Di dalamnya, terdapat mantel spora yang terdiri dari protein spora yang spesifik. Di bawah lapisan mantel spora terdapat korteks, merupakan lapisan yang terdiri dari peptidoglikan yang terhubung bersilangan secara bebas. Di bawah lapisan korteks terdapat bagian inti, yang terdiri dari dinding inti, membran sitoplasma, nukleoid, ribosom dan organel sel lainnya (Madigan dkk. 2011).
Ada suatu substansi yang tidak ada di sel vegetatif dan khas terdapat pada endospora. Substansi tersebut adalah asam dipikolinik yang banyak diakumulasi pada bagian inti. Selain itu, endospora memiliki banyak ion kalsium dan membentuk kompleks dengan asam dipikolinik. Kompleks kalsium-asam dipikolinik dapat mengikat air bebas di dalam endospora dan membantu untuk mendehidrasi sel endospora. Selain itu, kompleks kalsium-asam dipikolinik disisipkan pada basa nitrogen DNA untuk menjaga stabilitas DNA ketika menghadapi cekaman panas. Endospora juga memiliki SASP (Small Acid Soluble Protein) yang mempunyai dua fungsi pada endospora. Fungsi pertama adalah menjaga DNA dari kerusakan akibat radiasi sinar UV, desikasi, dan panas. Fungsi kedua adalah sebagai sumber energi pada saat melakukan proses germinasi untuk menghasilkan sel vegetatif yang baru (Madigan dkk. 2011).
Ketika masih di dalam sel vegetatifnya, endospora memiliki letak yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Setidaknya ada tiga posisi endospora ketika masih di dalam sel vegetatifnya, yaitu terminal, subterminal, dan sentral. Letak terminal berarti spora dibentuk pada salah satu ujung dari sel vegetatif, letak subterminal berarti spora dibentuk dekat salah satu ujung sel, dan letak sentral berarti spora dibentuk di bagian tengah dari sel (Tortora dkk. 2010).
Kapsul Bakteri
Beberapa spesies bakteri juga dapat membentuk struktur yang disebut kapsul. Kapsul merupakan lapisan polisakarida atau protein yang terletak di bagian terluar dari sel. Kapsul secara khas berikatan dengan kuat pada dinding sel atau berikatan secara kovalen pada peptidoglikan. Kapsul memiliki fungsi seperti media untuk melekatkan diri pada substrat padat dan mencegah sel dari kekeringan (Madigan dkk. 2011).
Sel bakteri tidak berwarna sehingga sulit dan sukar diamati secara langsung. Pewarnaan dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan pengamatan terhadap bakteri. Proses pewarnaan bakteri lazim disebut pengecatan (Gandjar dkk., 1992). Zat yang digunakan untuk mewarnai bakteri termasuk biological dye. Faktor-faktor yang memengaruhi pengecatan adalah faktor cat, faktor dinding sel, dan faktor proses pewarnaan. Cat dan permukaan sel bakteri harus mempunyai ion yang berlawanan sehingga cat dapat berikatan dengan permukaan sel bakteri. Sebagai contoh, kristal violet yang memiliki ion bermuatan positif akan berikatan dengan permukaan sel bakteri yang umumnya memiliki ion bermuatan negatif. Proses pewarnaan yang cukup penting adalah pada saat proses fiksasi. Pengerjaan proses fiksasi yang tidak benar akan membuat pengecatan menjadi kurang baik, misalnya sel bakteri masih hidup, sel bakteri hilang ketika proses pencucian, dan sel tidak mampu diwarnai oleh zat pewarna (Benson 2001; Prescott dkk. 2002; Tortora dkk. 2010).
Pewarnaan Struktur Dinding Sel Bakteri
Pewarnaan khusus digunakan untuk mewarnai dan menampakkan bagian spesifik dari mikroorganisme, seperti endospora, kapsul, dan dinding sel. Tujuannya adalah agar bagian spesifik tersebut menjadi lebih mudah untuk diamati. Bagian spesifik tersebut memiliki sifat yang khas sehingga untuk mewarnainya diperlukan pewarnaan dan teknik pengecatan yang khusus (Gandjar dkk. 1992; Tortora dkk. 2010).
Pewarnaan Endospora
Pengecatan sederhana dan pengecatan gram tidak bisa dilakukan untuk mewarnai endospora, karena zat warna tidak dapat berpenetrasi ke dalam dinding sel dari endospora. Pewarnaan khusus endospora menggunakan dua reagen pewarna juga, yaitu Malachite Green dan Safranin. Malachite Green merupakan zat warna utama yang akan memberi warna hijau pada endospora. Pemanasan perlu dilakukan agar zat warna dapat berpenetrasi ke dinding sel endospora. Sementara itu, safranin, yang merupakan zat warna lawan, akan memberi warna merah kepada bagian sel bakteri selain endospora (Harley & Prescott 2002; Tortora dkk. 2010).
Pengecatan endospora dimulai dengan membuat preparat olesan terlebih dahulu. Selanjutnya, kertas hisap diletakkan di atas preparat olesan kemudian ditetesi dengan pewarna Malachite Green. Preparat kemudian diletakkan dekat pembakar spiritus sampai zat warna mengering. Setelah kering, kertas hisap diangkat dan dicuci dengan air mengalir. Langkah berikutnya, preparat ditetesi oleh safranin dan didiamkan beberapa saat. Kemudian, preparat dicuci kembali dan akhirnya diamati di bawah mikroskop (Gandjar dkk. 1992).
Pemanasan diperlukan pada saat pengecatan spora agar zat warna dapat berpenetrasi ke dinding sel endospora. Malachite Green digunakan untuk mewarnai endospora dan akan memberikan warna hijau pada endospora. Malachite green akan berikatan pada permukaan endospora. Sementara itu, safranin digunakan sebagai zat warna lawan yang akan memberikan warna merah pada bagian sel selain endospora (Harley & Prescott 2002; Tortora dkk. 2010).
Pewarnaan Kapsul
Pewarnaan khusus kapsul menggunakan dua reagen pewarna, yaitu kristal violet dan CuSO4. Kristal violet merupakan zat warna utama yang akan memberikan warna pink gelap pada sel dan material kapsular. Tidak seperti sel, kapsul merupakan bagian non-ionik pada sel bakteri sehingga zat warna utama hanya melekat pada kapsul tanpa berikatan padanya. Sementara itu, CuSO4 merupakan agen pendekolorasi. Zat tersebut akan mencuci warna dari kristal violet sehingga hilang dari material kapsular, namun tidak ikut mencuci kristal violet yang telah berikatan dengan dinding sel bakteri. Pada saat yang sama, CuSO4 berperan sebagai zat warna lawan (counter stain) yang akan diabsorpsi ke dalam kapsul dan memberikan warna biru cerah atau pink (Cappuccino & Sherman 2001; Harley & Prescott 2002).
Pengecatan kapsul dimulai dengan preparat olesan bakteri. Preparat lalu ditetesi oleh kristal violet dan dipanaskan di atas penangas air selama satu menit. Kemudian, preparat dibilas dengan CuSO4. Selanjutnya, preparat dikeringkan dengan kertas hisap. Setelah kering, preparat diamati di bawah mikroskop (Gandjar dkk. 1992).
Kristal violet merupakan zat warna utama yang akan memberikan warna pink gelap pada sel dan material kapsular. Tidak seperti sel, kapsul merupakan bagian non-ionik pada sel bakteri sehingga zat warna utama hanya melekat pada kapsul tanpa berikatan padanya. Sementara itu, CuSO4 merupakan agen pendekolorasi. Zat tersebut akan mencuci warna dari kristal violet sehingga hilang dari material kapsular, namun tidak ikut mencuci kristal violet yang telah berikatan dengan dinding sel bakteri. Pada saat yang sama, CuSO4 berperan sebagai zat warna lawan (counter stain) yang akan diabsorpsi ke dalam kapsul dan memberikan warna biru cerah atau pink (Cappuccino & Sherman 2001; Harley & Prescott 2002).
Pewarnaan Dinding Sel
Pewarnaan dinding sel menggunakan tiga reagen, yaitu cethylpiridinium chloride, methylen blue, dan Congo Red jenuh (Dyar 1947; Gandjar dkk. 1992). Methylene Blue merupakan pewarna basa yang mempunyai ion bermuatan positif sehingga pewarna tersebut dapat mewarnai sitoplasma. Sementara itu, Congo Red merupakan pewarna asam yang mempunyai ion bermuatan negatif. Dinding sel bakteri tidak dapat berikatan dengan pewarna Congo red karena sama-sama memiliki muatan negatif (Tortora dkk. 2010). Cationic surface-active agent dapat digunakan untuk membantu pewarna asam dapat mewarnai dinding sel. Agen kationik tersebut merupakan Cetylpiridinium chloride. Agen kationik tersebut berperan sebagai mordant, karena membantu menguatkan ikatan antara zat pewarna dengan permukaan sel bakteri (Dyar 1947).
Penggunaan Methylen Blue dan Congo Red sebagai zat warna utama karena kedua pewarna tersebut mempunyai warna yang berbeda. Methylen Blue akan memberi warna biru pada sitoplasma dan Congo Red akan memberi warna merah pada dinding sel. Dengan membuat perbedaan warna yang jelas pada bagian-bagian sel bakteri, membuat bagian dinding sel lebih mudah untuk diamati
Pengecatan dinding sel dimulai dengan membuat preparat olesan bakteri. Kemudian, preparat ditetesi tiga tetes larutan Cetylpiridinium chloride dan satu tetes larutan Congo Red jenuh. Setelah itu, preparat digoyang-goyangkan sehingga kedua larutan tercampur. Langkah berikutnya, preparat dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya, preparat ditetesi dengan larutan methylen blue selama sepuluh detik. Preparat kemudian dicuci kembali dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat yang telah dikeringkan kemudian diamati di bawah mikroskop (Dyar 1947; Gandjar dkk. 1992).
Cetylpiridinium chloride dapat berperan sebagai mordant yang dapat menguatkan ikatan antara Congo Red dan dinding sel. Cetylpiridinium chloride merupakan kationic surface-active agent, tanpanya zat Congo Red tidak dapat berikatan dengan dinding sel. Sementara itu, methylene blue digunakan untuk mewarnai sitoplasma karena methylene blue merupakan pewarna basa. Pengecatan dinding sel dengan tiga reagen tersebut dapat digunakan untuk mewarnai dinding sel bakteri pada genus Bacillus, Micrococcus, dan Escherichia (Dyar 1947)
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
No comments:
Post a Comment