by: Khoirul Taqwim
Zaman mulai terus berjalan seiring waktu yang terus berubah, sehingga mengakibatkan berbagai perubahan kebiasaan masyarakat kota, bahkan saat ini masyarakat desa juga mengalami pergeseran yang disebabkan arus globalisasi yang membentuk budaya masyarakat yang terus mengarah menuju perubahan, salah satu faktor utama disebabkan informasi dan komunikasi yang membentuk perubahan tersebut.
Menyimak budaya masyarakat yang terjadi di zaman buyut dan bapak ibu kita tentunya masih bisa menemui budaya lebaran yang alami (sesuai dengan kondisi waktu itu) dalam menyambut hari lebaran, karena belum terbentuk arus teknologi seperti saat ini yang terus mengembangkan sayap dalam kehidupan masyarakat secara luas, sehingga muncul perberbedaan sembilan puluh derajat dengan budaya sekarang ini yang penuh konsumerisme tinggi dan ketergantungan kita terhadap komunikasi dan informasi yang mengakibatkan munculnya perbedaan budaya yang mencolok antara masyarakat di waktu dahulu kala dan saat ini, yang menjadi pertanyaan besar adalah menuju kebudayaan yang progress atau malah terjebak dalam kebudayaan yang destruktif?…
Sebenarnya segala sesuatu ada manfa’atnya dan ada tidaknya tinggal bagaimana kita melihat sisi perubahan tersebut, sebab dengan adanya alat informasi dan komunikasi memudahkan kita terhubung agar lebih efesien dan efektif dalam menjalin hubungan, khususnya di waktu lebaran dalam bersilaturahmi antar keluarga yang jauh, dan teman yang jauh juga lebih cepat untuk meminta ma’af di saat lebaran datang, tetapi di satu sisi lain juga menghilangkan nilai religius kebersamaan apabila keluarga yang jaraknya dekat, tetapi hanya melalui sms atau media jejaring sosial, sehingga sudah dapat di pastikan nilai kedekatan yang dirasakan akan berbeda antara dunia nyata dengan dunia maya dalam menjalin silaturahmi.
Pergeseran budaya lebaran yang mencolok di sebabkan dengan adanya arus informasi dan komunikasi, sehingga membawa dampak yang besar terhadap perubahan dalam budaya masyarakat secar luas, sebab segala sesuatu membentuk budaya pragmatisme yang lebih mengarah menuju kemudahan, kalau zaman dahulu silaturahmi membentuk budaya dari pintu kepintu yaitu dengan cara datang ke rumah keluarga, teman dan tetangga, tetapi saat ini silaturahmi cukup duduk di depan computer (jaringan internet) semua sudah terhubung komunikasi, tinggal kita mengucapkan mohon ma’af lahir dan batin, ada yang lebih praktis lagi cukup lewat HP sms atau telepon, inilah bentuk budaya baru dalam menyambut lebaran yang merubah budaya zaman kakek-kakek kita dan juga bapak ibu kita dengan adanya revolusi informasi dan komuikasi, sehingga dengan adanya arus informasi dan globalisasi yang semakin deras inilah salah satu yang menyebabkan perubahan budaya lebaran, jadi perubahan cara silaturahmi saat ini mengarah keranah dunia maya dan dunia komunikasi yang lebih efesien dan praktis di banding zaman dahulu kala.
Lebaran merupakan bentuk temu silaturahmi antar keluarga, tetangga dan juga teman, tetapi saat ini ada sebagian masyarakat yang menyambut lebaran dengan bentuk berwisata (mencari hiburan di luar silaturahmi), biasanya ini di dominasi para kaum muda, bahkan muda-mudi sebagai bentuk budaya baru, sehingga sudah dapat dipastikan dalam menyambut lebaran biasanya masyarakat yang punya tipe ini berbondong-bondong memenuhi tempat pariwisata yang menyediakan hiburan, dari situlah terdapat pergeseran sebagian masyarakat dalam memaknai lebaran di satu sisi ada yang mencari hiburan sebagai bentuk budaya lebaran dan di sisi lain ada yang masih mempertahankan bentuk budaya silaturahmi, dan ada juga sebagian yang mengikuti budaya keduanya.
Kalau melihat dari uraian di atas yang menjadi pertanyaan terbesar dalam pergeseran budaya lebaran tersebut mengarah membentuk perubahan positif atau negatif? tentunya semua jawaban dikembalikan pada niat diri masing-masing, kalau kita melihat di sisi positifnya bahwa perubahan membentuk pola pikir yang cepat dan hemat energi, karena jarak yang jauh bukan menjadi penghalang untuk menjalin silaturahmi, tetapi kalau melihat sisi negatifnya akan dapat menghilangkan budaya sungkem (silaturahmi antar pintu kepintu), tentunya akan mejauhkan masyarakat dengan dunia nyata, tetapi lebih mengarah menuju dunia maya, sehingga mengurangi rasa hormat kepada yang lebih tua kalau di lihat budaya masyarakat yang masih berpegang budaya sungkem.
Sebelum mengakhiri tulisan sederhana ini, semoga saja pergeseran budaya mampu menjadi sebuah rekonstruksi budaya baru yang lebih memanusiakan manusia, bukan malah menjauhkan diri dari nilai-nilai manusia itu sendiri, kami hanyalah hamba yang penuh kekurangan Ilmu, dan segala yang ada di alam raya ini adalah milik Allah, dan Allah maha tahu, dan juga maha sempurna pengetahuanNYA.
0 comments:
Post a Comment