Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.
Sebagai Muslim kita pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya Halal-Haram. Istilah yang muncul untuk makanan, pakaian, perbuatan dan sebagainya. Halal sendiri juuga dikenal dengan itilah sesuai hukum syar'i. Artinya perkara yang sesuai syari'at Islam disebut dengan halal, sedangkan yang tidak disebut dengan haram. Sedangkan perkara-perkara yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya disebut dengan syubhat.
Dan selama ini yang berwenang untuk memberikan sertifikasi halal khususnya dalam hal makanan adalah LPPOM MUI. Makanan, minuman, kosmetik dan alat-alat lain diperlukan sertifikasi halal agar terhindar dari perkara haram atau hal syubhat bahkanpun dalam benda perkakas seperti kuas. Kuas cat sendiri menduduki titik kritis halal-haram karena ada sebagaian kuas yang dibuat dengan bulu babi.
Baca Selengkapnya: Hati-Hati! Ada Kuas dan Sikat dari Bulu Babi, Periksa Peralatan Anda!
Ternyata tidak hanya Islam, agama lain juga memiliki aturan untuk apa yang boleh yang tidak bagi pemeluk agamanya seperti larangan memakan daging bagi pemeluk Hindu, atau peraturan cara berpakaian bagi pemeluk Sikh. Bahkanpun juga agama Yahudi memiliki aturan seperti itu.
Jika didalam Islam dikenal dengan dengan istilah halal, maka dalam agama Yahudi dikenal dengan istilah Kosher. Kata 'kosher' dalam kamus Inggris - Indonesia (John M Echols dan Hassan Shadily, 1998) diterjemahkan sebagai 'halal' dengan contoh kosher meat = daging halal. Terjemahan tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan arti sesungguhnya dari kosher. Kosher atau kashrut atau kasher menurut Webster World University Dictionary, disebutkan sebagai ceremonially clean; conforming to Jewish dietary law.
Meruju pada laman wikipedia, Kosher (bahasa Ibrani: כַּשְׁרוּת kašrût), yang berasal dari kata kashrut atau kashruth (bahasa Ibrani: כָּשֵׁר kāšēr), adalah istilah dalam hukum tentang makanan Yahudi. Sesuai dengan halakha (hukum Yahudi) suatu makanan disebut kosher.
Kosher adalah istilah agama Yahudi yang kemudian menjadi hukum agama Yahudi menurut hukum Talmud mengenai aturan boleh tidaknya sesuatu untuk dimakan. Pengertian Kosher menurut Yahudi adalah hewan yang boleh dimakan. Jika kosher disamakan dengan halal, sedangkan lawannya adalah trefa, yaitu hewan yang tidak boleh dimakan.
Istilah sebenar dari kosher mengacu kepada binatang (dari spesies yang kosher, misalnya sapi atau domba) yang disembelih dengan cara yang keliru atau dilukai hingga mati oleh binatang buas dan karena itu tidak layak dimakan manusia. Yap, hampir sama seperti hukum Islam yang melarang memakan daging hewan yang matinya karena dilukai, diterkam dan kecelakaan. Di antara orang-orang Sefardi, istilah ini biasanya hanya merujuk pada daging yang tidak kosher.
Di antara berbagai peraturan dalam hukum kashrut terdapat larangan mengkonsumsi hewan yang tidak kosher seperti daging babi, kerang-kerangan (moluska maupun Krustasea), sebagian besar serangga (kecuali pada pesies tertentu misalnya belalang kosher), percampuran antara daging sapi dan susu, dan hukum yang mengatur cara menyembelih hewan mamalia dan unggas mengacu pada proses yang disebut shechita. Terdapat juga hukum mengenai produk hasil pertanian yang dapat mempengaruhi layak atau tidaknya suatu makanan dikonsumsi.
Dari buku The Naked Travler 3 yang saya kutip. Anehnya, daging dan susu tidak boleh dimakan bersamaan. Bahkan, peralatan masak dan makanannya tidak boleh sama, kulkasnya pun harus terpisah. Mereka boleh makan/minum produk susu dan turunannya enam jam setelah makan daging.
Hotel dan restoranpun harus bersertifikat Kosher. Dan biasanya rombongan Indonesia dilarang bawa makanan sendiri seperti mie instan dan sambal karena dianggap mencemari kosher.
Dari buku Dangerous Junk Food yang saya kutip pula. Masyarakat Yahudi begitu ketat dan peduli terhadap kosher ini, sehingga adanya produk-produk pangan yang tidak bersertifikat kosher akan ditolak mentah-mentah baik yang masuk ke negara Israel maupun yang dikonsumsi komunitas Yahudi dari berbagai belahan dunia.
Klasifikasi konser ini menurut pengakuan para pelaku bisnis sangatlah rumit dan berbelit. Jauh lebih kompleks dibandingkan dengan persyaratan halal. Oleh karena itu pengawasan dan proses sertifikasi konser dapat berlangsung hingga berhari-hari untuk satu jenis produk yang sangat kecil. Sebagai contoh, dalam proses penyembelihan hewan, mereka harus mengawasi dengan benar tata cara penyembelihan seperti yang mereka inginkan. Bukan saja para penyembelihnya yang harus diawasi dengan ketat, tetapi juga potongan-potongan dagingnya juga diawasi, karena mereka tidak makan bagian-bagian tertentu dari karkas.
Sama seperti sertifikat halal yang perlu lembaga khusus dalam melegalkannya, begitupula untuk kosher ini. Makanan yang dibeli di toko dapat diketahui sebagai kosher bila ada tanda hechsher (plural hechsherim), sebuah lambang grafis yang menunjukkan bahwa makanan itu telah disertifikasikan kosher oleh otoritas rabinik. Lambang yang paling sering adalah tanda "OU", yaitu huruf U dalam sebuah lingkaran (Ⓤ), yang melambangkan Jemaat-jemaat Uni Ortodoks. Namun banyak rabi dan organisasi yang mempunyai tanda pengesahan mereka sendiri-sendiri, dan lambang-lambang yang lain terlalu banyak untuk didaftarkan di sini.
Sama seperti konsep halal, kosher tidak mengendaki adanya babi dalam bahan-bahan makanan dan minuman. Selain itu hewan seperti sapi, domba, kambing, dll harus disembelih dengan menggunakan pisau tajam dan tidak boleh dimatikan dengan cara dipukul atau diterkam binatang buas.
Karena kemiripan pengertian kedua istilah tersebut, maka orang-orang Yahudi mengatakan bahwa makanan kosher adalah makanan yang halal bagi Muslim. Pengertian ini kemudian dikampanyekan dan disebarluaskan ke seluruh dunia.
Walaupun terlihat mirip dengan konsep halal, hal yang paling penting yang ingin saya sampaikan disini adalah, tidak semua kosher itu halal dan boleh dikonsumsi oleh umat Muslim.
Ada makanan dan minuman haram bagi muslim namun kosher bagi pemeluk Yahudi. Begitupun sebaliknya, ada makanan dan minuman yang halal bagi umat muslim namun trefa (haram) bagi pemeluk Yahudi.
Contohnya makanan dan minuman yang masuk dalam kategori kosher tetapi tidak halal adalah minuman anggur (wine), semua jenis gelatin (yang memandang terbuat dari tulang atau kulit hewan apa), dan daging kosher yang meskipun disembelih tetapi tidak menyebutkan nama Allah.
sebaliknya, ada makanan yang halal bagi muslim namun haram (trefa) bagi Yahudi. Contohnya adalah kelinci, unggas liar, ikan yang tidak bersirip, kerang, dll. Dari penjelasan tersebut maka nyatalah halal dan kosher tidak sama.
Dari buku Pengetahuan Label Kemasan Pangan yang ditulis Ariani Kusuma Ningrum menjelaskan. Menurut LPPOM MUI, produk-produk impor yang menggunakan label kosher boleh dikonsumsi jika telah mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga Penjamin Halal Islam, karena banyak produk seperti produk babi yang mendapat label kosher tetapi tidak halal bagi konsumen Muslim. Oleh karena itu keduanya hendaklah jangan dicampuradukkan saat mengkonsumsi makanan halal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
0 comments:
Post a Comment