Saturday, 18 November 2017

Keajaiban Al-Quran Tentang Cahaya Bulan & Sinar Matahari, Kehebatan Sains Al-Quran

Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.

 Bulan dan matahari merupakan dua benda langit ciptaan Allah yang dapat kisa saksikan Keajaiban Al-Quran Tentang Cahaya Bulan & Sinar Matahari, Kehebatan Sains Al-Quran

Bulan dan matahari merupakan dua benda langit ciptaan Allah yang dapat kisa saksikan. Kedua benda ini pula menjadi tanda kapan tadangnya malam dan tibanya pagi. Saat pagi bumi disinari oleh sinar Matahari dan pada malam hari bumi diterangi dengan cahaya bulan.

Kita tentunya pasti pernah belajar ilmu sains dasar dimana disebutkan bahwa bulan itu bercahaya dikarenakan sinar matahari. Diketahui, objek alam semesta yang dapat memancarkan cahayanya sendiri hanyalah bintang dan Matahari yang kita sebut juga sebagai bintang. Sebuah bintang bisa menyala karena ada reaksi fusi nuklir pada inti atau jantungnya. Sinaran cahaya matahari kemudian terpapar bulan sehingga bulan kemudian bercahaya saat kita menyaksikannya dibumi.

Soal sinar matahari dan cahaya bulan sudah jelas menurut ilmu sains. Masalah baru muncul saat para orientalis mencoba mencari-cari kesalahan Al-Quran dan membenturkannya dengan ilmu sains. Lalu berjumpalah dengan ayat-ayat berikut yang menjadi alasan-alasan mereka bahwa Al-Quran tidak sejalan dengan sains. Allah berfirman,..

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً
 "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya..."(Surah Yunus : 5)

Tidak hanya dalam surat Yunus ayat 5 saja, hal serupa juga disebutkan dalam dalam surat Nuuh ayat 16 dan Al-Furqan ayat 61.

جَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا
"Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita" (Surah Nuh: 16)

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا
"Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya." (Surah Al-Furqan: 61)

Mereka lalu berkata, "hey, lihat ada kesalahan dalam Al-Quran. Disebutkan jika bulan bercahaya, padahal ilmu sains membuktikan bahwa cahaya bulan adalah pantulan dari matahari". Mereka menganggap bahwa ayat-ayat ini sama sekali tidak ilmiah karena tidak sejalan dengan Al-Quran.

Apa benar? mari kita cari tahu.

Bulan dalam bahasa Arab disebut dengan qamar (قَمَر), dan matahari disebutkan dengan syamsun (شَمْس) karena acap kali saat Al-Quran menyebutkan bulan juga bergandengan dengan matahari. Berdasarkan penelusuran saya, Bulan disebutkan sebanyak 27 kali dalam Al-Quran dan Matahari 33 kali. Itu belum termasuk penyebutan-penyebutan yang tidak langsung (tidak tertulis/tersirat), contohnya pada surat Al-Furqan ayat 61 seperti yang tersebut diatas dan An-Naba ayat 13 dimana ayat ini menjelaskan tentang matahari walaupun lafadz syamsun tidak termaktub.

وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا
"dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)" (An-Naba: 13)

Nah jika kita perhatikan, kata syamsun (شَمْس) dalam Al-Quran selalu dibarengi dengan kata dhiyaa'a, siraaja, dan wahhaja. Sedangkan qamar (قَمَر) dalam Al-Quran selalu dibarengi dengan kata nuur dan munira.

Dalam kamus Al-Ma'aniy  menjelaskan bahwa kata dhiyaa'a (ضِيَاء) berarti bersinar dengan cahaya. Siraaja (سِرَاجًا) berarti lampu, pelita, obor, dan penerang. Wahhaja (وَهَّاجًا) berarti sangat terang. Di dalam Hans Wehr: A Dictionary Of Modern Written ArabicSiraaja (سِرَاجًا) diartikan sebagai pelita dan lampu dan Wahhaja (وَهَّاجًا) adalah membakar, menyala, berapi.

Maksudnya, apabila matahari disebutkan dengan kata dhiya'a, siraaja, dan wahhaja itu berarti sinaran matahari merupakan sinaran yang muncul dari dirinya sendiri.

Sedangkan kata nuur (نُورًا) dan munira (مُنِيرًا) artinya menerangi atau memberi penerangan. Dengan maksud, kata nur bermakna pantulan cahaya dan munira bermaknya cahaya yang dipinjamkan.

Maksudnya, apabila bulan disebutkan dengan kata nur dan munira itu bermakna bahwa cahaya yang dimaksud merupakan cahaya pantulan. Dalam hal ini berarti cahaya (nur) bulan adalah pantulan dari sinar (dhiya'a, siraaja, dan wahhaja) Matahari.

Karena secara etimologis, cahaya adalah sesuatu yang menyinari suatu objek sehingga objek tersebut menjadi jelas dan terang. Menurut pakar tata bahasa Arab Ibrahim Anis dalam al-Mujam al-Wasth, nur adalah cahaya yang menyebabkan mata dapat melihat. Sementara itu, Muhammad Mahmud Hijazi, seorang ahli tasawuf mengatakan, nur adalah cahaya yang tertangkap oleh indra dan dengannya mata dapat melihat sesuatu.

Dalam artian seperti ini, bukankan objek yang dapat kita lihat itu dikarenakan ada paparan sinar? dan saat gelap objek tersebut tidak dapat kita lihat karena tidak ada sinar. Buku yang dapat kita baca itu karena ada sinar yang menyinarinya, baik itu sinar matahari maupun sinar lampu. Nah cahaya menyilaukan yang keluar dari lembaran putih buku itu dikarenakan pantulan dari sumber sinar (matahari, lampu, lilin, dll), bukan kertasnya yang bercahaya sendiri. Inilah yang kemudian terjadi kepada bulan.

Imam mufassir Al-Baidhawi menafsirkan surat Yunus : 5 diatas, beliau mejelaskan gambaran matahari dan bulan bahwa, “Allah swt memberikan pengetahuan kepada kita, bahwasanya matahari bersinar dengan dirinya sendiri, sementara bulan bersinar karena menerima pantulan sinar matahari dan menyerapnya.

Lalu bagaimana dengan bintang? Allah berfirman,

النَّجْمُ الثَّاقِبُ
"(yaitu) bintang yang cahayanya menembus" (Surah At-Thariq: 3)

Kata Arab untuk Bintang adalah An-Najm (ٱلنَّجْمُ)  dan cahayanya digambarkan dengan Tsaqib (ٱلثَّاقِبُ), Dia menembus kegelapan dan menghabiskan diri nya sendiri. Jadi, bintang adalah benda angkasa yang memiliki cahayanya sendiri. Dan salah satu dari bintang adalah Matahari, berarti Mataharipun punya cahaya sendiri sama seperti bintang lainnya. Memang benar, bahwa bintang memiliki cahaya sendiri. Ini sebagaimana yang saya baca dari buku Menjelajahi Bintang Galaksi Dan Alam Semesta karya A. Gunawan Admiranto pada halaman 43. Bahwa bintang dapat bersinar sendiri karena adanya reaksi fusi termonuklir.

Kesimpulannya adalah tidak ada yang salah dengan Al-Quran terkhusus kepada ayat-ayat yang menerangkan tentang bulan ini. Melainkan kedunguan dan ketololan para kafir pendengki yang mencoba memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi kaum muslimin.

Faktanya sudah kita fahami, bahwa kehebatan linguistik Al-Quran telah menjelaskan bahwa memang matahari dan bintang bersinar dan memiliki cahaya sendiri yang kemudian dipantulkan kepada bulan hingga bulan bercahaya. Ini merupakan pembahasan astronomi. Akan tetapi, pada masa Rasulullah SAW ketika wahyu ini diturunkan belum ada ilmu astronomi apalagi astronot ke bulan. Lalu bagaiamana bisa Al-Quran dapat sedetail itu? jelas ini membuktikan bahwa Al-Quran merupakan wahyu ilahi yang benar-benar dari Allah, tuhan semesta alam. Apalagi yang harus diragukan?

Jadi jika ditanya kenapa matahari disebutkan dengan lafadz dhiya'a, siraaja, dan wahhaja? jawabannya karena matahari sinarnya bersumber dari dirinya sendiri. Sedangkan bulan disebutkan dengan nuuran dan munira karena cahaya bulan adalah merupakan cahaya pantulan.

Saya sendiri bingung, ini postingan masuk kedalam kategori keajaiban linguistik Al-Quran atau termasuk keajaiban saintifik Al-Quran, gimana menurut teman-teman?. Yang pasti, semoga tulisan ini membuat hati kita semakin tenang, semakin yakin dan beriman serta semakin nikmat dalam membaca dan mentadabburi Al-Quran.

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

0 comments:

Post a Comment