Dokpri |
Syeikh Munadi merupakan tokoh yang begitu agung di kalangan masyarakat Jawa, khususnya masyarakat di Nganjuk Jawa Timur, apalagi Syeikh Munadi merupakan keturunan dari Syeikh Arfiya’ pendiri pondok pesantren tertua di Nganjuk Jawa Timur. Sehingga sejak kecil Syeikh Munadi sudah mewarisi keilmuan agama yang mumpuni, baik dalam pemahaman ekonomi maupun dalam pemahaman agama Islam.
Syeikh Munadi populer di kalangan masyarakat Nganjuk Jawa Timur sebagai orang yang alim dan berbudi luhur. Masa kecil dalam belajar agama tak lepas dari beberapa guru spiritual yang sangat mumpuni, baik dari Syeikh Arfiya’ maupun dari guru mata batin, seperti Al-Ghazali sebagai guru Tasawuf, Ibn Khaldun sebagai guru di bidang Ilmu filsafat dan sejarah, dan masih banyak lagi guru yang secara tidak langsung dalam pengamatan dan kajian Syeikh Munadi dalam mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan dan Ilmu agama.
Syeikh Munadi juga sebagai Ayahanda dari Syeikh Asy-Syamsi yang sampai sekarang di abadikan sebagai Yayasan yang ada di Nganjuk Jawa Timur, Yayasan yang berada di Dusun Surodadi Desa Kedungrejo, Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur.
Yayasan Asy-Syamsi yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan, dan juga tak sedikit Alumni dari Yayasan Asy-Syamsi yang sukses menduduki di jajaran pemerintahan dan juga di bidang wiraswasta, baik di tingkat lokal maupun di tingkat global.
Syeikh Munadi di masa muda belajar tirakat dengan memperbaiki lelaku, walaupun di besarkan di pondok pesantren, namun cita-cita Syeikh Munadi ingin menyebarkan Ilmu pengetahuan maupun Ilmu agama dengan pendekatan Ilmu masyarakat dan juga melalui dunia pendidikan tak pernah padam di hati dan jiwanya.
Konon di kala masih muda Syeikh Munadi bermimpi bertemu Sunan Bonang diperintahkan untuk berkelana menyusuri Bengawan, hingga menemukan daerah Bengawan mati sebagai tempat tujuan untuk dijadikan tempat berdakwah, Karena dengan menemukan daerah Bengawan mati sebagai tempat dalam menjalankan olah Ilmu dalam menyebarkan ajaran Islam.
Kelak dari daerah Bengawan mati menjadi tempat membangun sebuah peradaban Islam di mulai dari tanah yang jauh dari kota, dan tanah dari daerah Bengawan mati itu kelak yang akan dijadikan tempat untuk bernaung anak cucu dalam menjalankan olah Ilmu dengan mendirikan Pesantren di tempat tersebut.
Ketika Syeikh Munadi mendapatkan mimpi dari Sunan Bonang. Maka dari mimpi itu juga mendapatkan wejangan lewat mata batin dari Syeikh Arfiya’, supaya Syeikh Munadi segera melakukan perjalanan suci menuju mimpi yang telah di perintahkan Sunan Bonang.
Maka dengan berbekal niat yang suci Syeikh Munadi di mulai waktu fajar berkelana menyusuri Bengawan, supaya menemukan daerah Bengawan mati yang menjadi tujuan, sebagai tujuan daerah yang akan menjadi medan dakwah dalam penyebaran agama Islam.
Sudah tujuh hari dan tujuh malam Syeikh Munadi dalam pencarian Bengawan mati, Hingga pada akhirnya Syeikh Munadi menemukan daerah Bengawan mati, namun saat masuk di wilayah daerah Bengawan mati, Syeikh Munadi bertemu dengan Jonogo, Jonogo merupakan tongkat yang menjadi ular naga. Maka disitulah pertarungan mata batin antara Jonogo dengan Syeikh Munadi tak terelakkan.
Namun seketika itu saat Jonogo menyerang Syeikh Munadi, Melalui kekuatan Syeikh Munadi dengan Ilmu linuwih mampu menaklukkan Jonogo, dan Jonogo kembali menjadi tongkat.
Jonogo itulah penampakan dari tongkat Sunan Bonang. Maka dengan menaklukkan Jonogo, berarti secara tidak langsung Syeikh Munadi juga menjadi murid spiritual Sunan Bonang, seperti Sunan Kalijaga murid spiritual dari Sunan Bonang.
Setelah menaklukkan Jonogo di wilayah Bengawan mati. Syeikh Munadi mulai mendirikan surau kecil di Bengawan mati tersebut, dan kelak surau kecil itu menjadi Pondok Pesantren dengan santri dari berbagai wilayah di pulau jawa, dan surau itu diteruskan oleh Syeikh Asy-Syamsi sebagai anak kandung dari Syeikh Munadi dengan mendirikan pondok pesantren sebagai tempat penyebaran agama Islam.
Sekian tulisan singkat cerita rakyat dari Nganjuk jawa Timur.
0 comments:
Post a Comment