Saturday, 26 December 2015

ISTILAH KURIKULUM NASIONAL BELUM BERLAKU SELAMA KURIKULUM 2013 MASIH DALAM TAHAP REVISI

Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.


Di berbagai media sosial dan juga blog kini tengah ramai diperbincangkan tentang telah diberlakukannya Istilah Kurikulum Nasional yang sudah digantikan dengan Istilah Kurikulum Nasional, namun berita ini cukup membingungkan, karena pada kenyataannya isi dari Berita tersebut tidak sesuai dengan judul yang disajikan, Setelah saya sendiri membaca dengan seksama, ternyata ada sedikit kekeliruan tentang informasi ini, Berikut ini adalah isi posting yang saya kutip langsun dari JPNN.

Nama Kurikulum 2013 (K13) secara resmi sudah diubah menjadi Kurikulum Nasional. (Menurut saya sih belum, kita lanjutkan membaca).

Informasi perubahan ini tertuang dalam buku Kilas Setahun Kinerja Kemendikbud (November 2014 - November 2015). Kementerian yang dipimpin Anies Baswedan itu juga sudah menetapkan skenario penerapan Kurikulum Nasional secara utuh. (Ini baru skenario, bukan penerapan, mari kita lanjutkan membaca)

Buku kilas kinerja Kemendikbud itu disusun oleh Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (Paska) Kemendikbud. Buku ini merangkum tiga strategi penataan pendidikan oleh Anies Baswedan dan jajarannya.

Ketiga strategi itu adalah penguatan pelaku, peningkatan mutu dan akses, serta pengembangan efektivitas birokrasi. Urusan revisi kurikulum mendapatkan posisi spesial karena ditempatkan di halaman paling awal.

Dikonfirmasi tentang perubahan nama dari K13 menjadi Kurikulum Nasional itu, Mendikbud Anies Baswedan tidak menampiknya. Namun dia memberikan catatan, selama masa revisi masih berjalan alias belum selesai, pemerintah tetap menggunakan sebutan Kurikulum 2013. "Lha wong masih dikoreksi (K13-nya, red)," katanya kemarin. 

(Bukankan dari sini sudah cukup jelas bahwa 'Selama masa revisi terhadap kurikulum 2013 masih berjalan, Pemerintah masih menggunakan sebutan Kurikulum 2013)

Anies menjelaskan ada beberapa pertimbangan bahwa Kemendikbud tetap menggunakan sebutan Kurikulum 2013. Diantaranya adalah supaya tidak memunculkan kesan bahwa pemerintah membuat kurikulum baru. Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu mengatakan, Kurikulum Nasional merupakan hasil dari revisi Kurikulum 2013.

Di dalam buku yang rencananya secara resmi dipapakarkan Anies Selasa pekan depan (29/12) itu, dibeber sejumlah alasan K13 perlu direvisi. Diantaranya adalah K13 langsung diterapkan tanpa pernah diuji. Akibatnya mendatangkan banyak masalah. Saking bermasalahnya K13 itu, banyak sekolah menolak menjalankannya.

Anies dengan tegas mengatakan penerapan kurikulum harus meminimalisir masalah. Untuk itu dalam revisi kali ini dibongkar mulai dari pendadaran ide kurikulum, lalu desain kurikulum, dan ujungnya dokumen serta implementasi kurikulum.

"Standar bekerja yang harus dimiliki adalah mendekati nol kesalahan dan mendekati sempurna," katanya. Bagi Anies kesalahan satu poin saja, bisa mempengaruhi kualitas pendidikan.

Terkait dengan strategi implementasi kurikulum itu, Anies mengatakan Kemendikbud sudah memiliki peta jalannya. 
  • Dimulai dari periode Januari-Desember 2015, ada 94 persen sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006 (KTSP) dan sisanya 6 persen sekolah tetap menggunakan K13. 
  • Lalu pada periode Juli 2016 - Juli 2017 skenarionya 75 persen sekolah pakai KTSP, 6 persen semua kelas pakai K13, dan 19 persen kelas 1, 4, 7, dan 10 menggunakan K13.
Kemudian pada Juli 2017 - Juli 2018 jumlah sekolah yang menggunakan KTSP susut jadi 40 persen. Sisanya sebanyak 60 persen beralih ke K13. Proses migrasi dari KTSP ke K13 atau Kurikulum Nasional ini diharapkan tuntas pada tahun pelajaran 2017/2018. Masuk pada tahun pelajaran 2018/2019 sudah tidak ada sekolah yang memakai KTSP. (Sudah jelas kan)

Itulah tadi sedikit penjelasan tentang penerapan Kurikulum Nasional yang saya kutip dari JPNN, perlu diketahui ini hanya pendapat dari saya berdasarkan sumber yang saya baca, jika anda sekalian memiliki pendapat yang berbeda itu sah-sah saja, kita sebagai pendidik hendaknya  lebih pintar menyikapi berita yang beredar sehingga tidak terjadi miss komunikasi yang akhirnya merugikan pihak lain, namun menurut saya yang paling penting adalah kita tidak perlu memperdebatkan istilah karena yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita melakukan semua tugas kita selaku guru sebaik mungkin, untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. 

Terakhir jika Informasi ini bermanfaat dan juga berkenan silahkan klik tombol share di bawah ini.


Sumber https://www.pgrionline.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

0 comments:

Post a Comment