Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.
Perjalanan olahraga nasional 2015 ditandai dengan konflik terbuka di dunia sepakbola yg melibatkan institusi sepakbola nasional (PSSI) dengan pemerintah dalam hal ini Menpora Imam Nahrawi.
Langkah berani Nahrawi dengan melakukan reformasi tata kelola sepakbola nasional didasari oleh keterpurukan prestasi sepakbola nasional baik di kancah regional apalagi internasional. Ia terus menyebut buruknya prestasi sepakbola nasional terindikasi dipengaruhi oleh mengguritanya tangan-tangan mafia sepakbola dalam manajemen persepakbolaan nasional. Untuk itulah dioerluykan reformasi.
Sebagai langkah awal reformasi tata kelola sepakbola nasional, Menpora resmi membentuk dan mengumumkan nama-nama Tim 9 pada 2 Januari 2015. Tim ini bertugas mengawasi kinerja Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yg yaitu organisasi yg paling bertanggung jawab dengan sudah pengelolaan sepakbola yg menyebabkan terpuruknya prestasi.
“Kami ingin mendalami secara serius apa yg menjadi persoalan dalam persepakbolaan nasional yg menyebabkan prestasinya terpuruk. Ini bukan bagi kepentingan Imam Nahrawi, ini bagi kepentingan rakyat Indonesia yg berharap dan merindukan sepakbola nasional berprestasi,” tegas Menpora ketika mengumumkan nama-nama Tim 9 tersebut.
Tim yg diberi waktu tugas 3 bulan dan kemudian diperpanjang menjadi 5 bulan ini terdiri dari Imam Prasojo (Sosiolog), Ricky Yacobi (mantan pemain sepakbola), Gatot S Dewa Broto (Kemenpora), Prog. Nur Hasan (AKademisi), Joko Susilo (mantan Dubes Indonesia bagi Swiss), Yunus Husein (Mantan Ketua PPATK), Eko Ciptadi (mantan Deputi Bidang Pencegahan KPK), Oegroseno (Mantan Wakapolri) dan Budiarto Shambazy (wartawan dan pengamat sepakbola).
Meski diwarnai kontroversi dan ada anggota tim yg mundur karena masalah ijin dari kantor dan digantikan Natalia Soebagiyo (mantan anggota Transparansi Internasional), namun Tim 9 menjadi titik awal sekaligus memberikan rekomendasi dan catatan-catatan yg utama dalam perjalanan reformasi tata kelola sepakbola tersebut. Diantaranya temuan indikasi pengaturan skor, perbaikan kompetisi dan kepemimpinan PSSI.
Langkah Menpora mereformasi persepakbolaan nasional ini, membuat hubungan antara PSSI dan pemerintah menjadin tegang. Hubungan bahkan memanas saat pemerintah melalui BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia), tak merekomendasikan beberapa dari 18 klub buat berlaga di kompetisi kasta tertinggi yg digulirkan PSSI, QNB League, dengan alasan karena jauh dari memenuhi persyaratan sebagai klub profesional. Keduanya adalah Persebaya Surabaya dan Arema Coronus Indonesia.
Puncaknya, setelah PSSI beberapa kali tak mengindahkan Surat Teguran dari Kemenpora dengan tetap mengikutkan beberapa klub tersebut dalam QNB League, pemerintah akhirnya mengeluarkan surat pembekuan PSSI pada 17 April 2015, sehari sebelum KLB PSSI memilih La Nyala Mattaliti sebagai Ketua Umum menggantikan Djohar Arifin.
Pembekukan tersebut membuat PSSI, yg semula memamerkan sikap tak gentar dengan langkah pemerintah, akhirnya mati kutu dan tak mampu melanjutkan kompetisi. Guna mengisi kekosongan organisasi persepakbolaa nasional, Pemerintah kemudian membentuk Tim Transisi Reformasi Sepakbola Nasional yg beranggotan 17 orang dan diumumkan pada 8 Mei 2015 dan kemudian memilih mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto sebagai Ketua.
Langkah pemerintah tersebut dianggap intervensi yg terlalu jauh oleh FIFA sehingga otoritas sepakbola internasional tersebut memberikan sanksi kepada Indonesia. Namun, Menpora Imam Nahrawi bergeming karena menganggap upaya mereformasi persepakbolaan nasional tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Joko Widodo.
Pemerintah juga seolah mendapat angin segar pembenaran setelah aparat keamanan Amerika Serikat menangkap sejumlah pucuk pimpinan FIFA atas dugaan penyuapan ketika hendak menggikuti Kongres FIFA di Swiss. Di dalam negeri, Kemenpora juga menghadapi gugatan hukum dari PSSI dan hingga akhir 2015 telah memasuki tingkat kasasi.
Meski mendapat sanksi FIFA dan tanpa kehadiran PSSI, denyut nadi dan gairah persepakbolaan nasional tetap hidup dan berjalan, baik di level usia dini, yunior maupun elit, lewat berbagai ajang yg berada di bawah kendali pemerintah lewat inisiasi dari Tim Transisi bekerjasama dengan stakeholder sepakbola nasional. Di antaranya Kejurnas PPLP, Piala Menpora U-14, Piala Kemerdekaan, Piala Presiden dan yg hingga ini masih berjalan, Piala Jenderal Sudirman.
Ajang-ajang tersebut diharapkan berjalan dengan pengelolaan yg lebih baik, lebih transparan dan akuntabel, memperhatikan hak-hak pemain sekaligus lebih menarik tanpa adanya pengaturan skor.
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
0 comments:
Post a Comment