Saturday, 26 December 2015

BEREDAR ISU GURU HONORER DKI WAJIB MEMBUAT SURAT PERNYATAAN BERMATERAI, BENARKAH

Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.


Sejak beberapa hari lalu, guru-guru honorer di DKI Jakarta mendadak cemas.

Hal itu diawali beredarnya syarat-syarat di media sosial terkait program honorarium guru dan tenaga pendidikan non-PNS sesuai Pergub DKI Jakarta No 235/2015.

Dalam persyaratan yang beredar itu, guru honorer wajib menyiapkan surat pernyataan bermeterai untuk tidak menuntut menjadi pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta.

Namun, kabar itu ditepis Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budiman.

"Tidak ada persyaratan seperti itu (membuat surat pernyataan tidak akan menuntut menjadi PNS). Toh kita secara otomatis (Pergub DKI Jakarta No 235/2015) tidak membicarakan soal itu," ujar Arie Budiman, Jumat (25/12/2015).

Menurut dia, apa yang ramai diperbincangkan di media sosial hanya isu belaka.

Sebab, syarat itu tidak tercantum dalam Pergub DKI Jakarta No 235/2015 tentang Honorarium Guru Non PNS dan Tenaga Pendidikan Non-PNS pada Sekolah Negeri.

Di Pasal 5 Pergub tersebut, syarat-syarat yang harus dipenuhi guru honorer adalah pendidikan paling rendah S-1, memilki akta IV atau sertifikat mengajar, usia paling tinggi 60 tahun, dan mengajar paling banyak 12 jam selama 5 hari kerja per minggu.

Syarat-syarat lainnya, tidak bermasalah dengan hukum atau pihak berwajib, bertugas di sekolah negeri, serta telah terdata dan ditetapkan oleh kepala suku dinas pendidikan setempat.

"Daripada bergunjing atau menyebarkan isu (di media sosial), ya coba ditunggu saja, atau coba akses Pergub 235 Tahun 2015 seperti apa," kata Arie.

Wajib dipahami

Selama ini, nasib guru-guru honorer di DKI Jakarta masih banyak yang memprihatinkan.

Upah yang tak layak bisa jadi acuannya.

Oleh karena itu, pemberian honorarium guru dan tenaga pendidikan non-PNS bertujuan untuk membantu dan meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga pendidikan yang bukan PNS di DKI Jakarta.

Dengan adanya pergub tersebut, guru dan tenaga pendidikan non-PNS harus mengikat kontrak kerja individu kepada kepala suku dinas pendidikan.

Kontrak tersebut berlaku untuk 1 tahun, dan dievaluasi setiap periode tertentu.

Perencanaan dan perpanjangan kontrak itu pun harus berdasarkan analisis kebutuhan guru dan tenaga pendidikan non-PNS.

Adapun nilai honorarium sesuai upah minimum provinsi (UMP).

Nantinya, guru yang mengikat kontrak kepada suku dinas pendidikan setempat juga akan menjadi anggota BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Peran kepala sekolah dalam program ini sangat penting.

Sebab, dialah orang yang memberikan usulan guru honorer kepada suku dinas pendidikan.

Untuk mencegah adanya orang-orang titipan yang tak layak, Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan melakukan verifikasi dan validasi data.

"Kami punya database (guru). Kalau ada masukan data baru, pasti ditolak oleh sistem," ujar Arie.

Seluruh dana anggaran program honorarium guru dan tenaga pendidikan non-PNS ini berasal dari APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dengan berbagi penjelasan itu, program honorarium tak bisa disamakan dengan penerimaan PNS.

Menurut Dinas Pendidikan DKI Jakarta, honorarium dan penerimaan PNS dua hal yang berbeda.

Meski begitu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mempersilakan apabila ada guru-guru honorer yang ingin mengikuti program penerimaan CPNS.


"Kalau PNS kan ada formasi, dan kuota itu kan yang menentukan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tidak serta-merta otomatis diterima," kata Arie.


Sumber https://www.pgrionline.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

0 comments:

Post a Comment