Sunday, 31 August 2014

KAJIAN ISLAMI TENTANG JANGAN DEKATI ZINA |BAHAYA ZINA

Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.

JANGAN DEKATI ZINA
Oleh : Imam Ibnu Qayyim Al-jauziyah

Pendahuluan
Bahaya Zina

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjagakesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci di antara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan isteri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu -bobotnya- setingkat di bawah praktek pembunuhan. Oleh karena
itu, Allah I menggandeng keduanya di dalam Al-Qur'an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.
Al-Imam Ahmad berkata: "Aku tidak mengetahui sebuah dosa -setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari dosa zina."
Dan Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaanterhina kecuali orang-orang yang bertaubat ..."(Al-Furqan: 68-70).
Dalam ayat tersebut, Allah menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam adzab berat yang berlipat ganda,selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shalih. Allah I berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk."(Al-Isra': 32).Di sini Allah menjelaskan tentang kejinya praktek zina dan kata "fahisyah" maknanya adalah perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi dan dapat diakui kekejiannya oleh setiap orang berakal bahkan oleh sebagian banyak binatang, sebagaimana disebutkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Amr bin Maimun Al-Audi, dia berkata: "Aku pernah melihat -pada masa jahiliyah- seekor kera jantan yang berzina dengan seekor kera betina. Lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka berdua dan melempari keduanya sampai mati."
Kemudian Allah juga memberitahukan bahwa praktek zina adalah seburuk-buruk jalan; karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab di akhirat nanti. Dan karena menikahi mantan isteri-isteri ayah itu termasuk perbuatan yang sangat jelek sekali, Allah I secara khusus memberikan "cela" tambahan bagi praktek menikahi isteri orang tua. Allah berfirman (setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi isteri-isteri ayah mereka, pent): "Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)."(An-Nisa': 22)
Allah I juga menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga "kehormatan"nya. Tak ada jalan menuju keberuntungan tanpa menjaga "kehormatan". Allah berfirman: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang me- nunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Mukminun: 1-7).
Dalam ayat-ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan, yaitu, pertama, bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak akan termasuk orang yang beruntung, kedua , dia akan termasuk orang yang tercela, dan ketiga, dia termasuk orang yang melampaui batas. Jadi, dia tidak akan mendapat keberuntungan, serta berhak mendapat predikat "melampaui batas' dan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela, padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi. Selain itu pula, Allah telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu me- ngendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan, dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh.
Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang-orang yang memang dikecualikan dari hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firmanNya:
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."(Al-Ma'arij: 29-31).Oleh karenanya, Allah memerintahkan Rasulullah saw untuk memerintahkan orang-orang mukmin agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.
"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Ghafir: 19).
Dan karena ujung pangkal dari perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian khayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kesalahan besar(zina).
Oleh karenanya, ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang bisa menjaga empat hal maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat(pikiran yang melintas di benak), Al-Lafazhat (lidah dan ucapan), Al-Khathawat(langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjadi penjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk ke dalam dirinya dan merusak segala sesuatu. Empat Pintu Masuk Maksiat Pada Hamba sebagian besar maksiat itu terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu yang telah kita sebutkan di atas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang
empat pintu tersebut di bawah ini:
1. Al-Lahazhat (Pandangan Pertama) Yang satu ini bisa dikatakan sebagai 'provokator' syahwat atau 'utusan' syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Rasulullah bersabda:
"Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya."
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :
"Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat."Inilah kurang lebih makna hadits tersebut.Beliau juga bersabda:
"Palingkanlah pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian."
Dalam hadits lain beliau bersabda:
"Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi-tepi) jalan." Mereka berkata: "Ya Rasulullah, tempat-tempat duduk kami pasti di tepi jalan." Beliau bersabda: "Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu." Mereka bertanya: "Apa hak jalan itu?" Jawab beliau: "Memalingkan pandangan (dari hal yang dilarang Allah, pent), menyingkirkan gangguan dan menjawab salam." Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab,pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: "Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya."
Seorang penyair mengatakan:
Setiap kejadian musibah(praktek zina) itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil. Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus ke dalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang di lepaskan dari busur dan talinya.Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang dia
gunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang

membahayakan.

! (Dia memandang hal-hal yang) menyenangkan matanya tapi membahayakan

jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa

malapetaka.

Di Antara Bahaya Pandangan

Yaitu pandangan yang dilepaskan begitu saja itu dapat menimbulkan perasaan

gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Seseorang bisa saja

melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara

keseluruhan, namun dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu, merupakan

siksaan yang berat pada batin Anda bila ternyata Anda melihat sesuatu yang Anda

tidak bisa sabar untuk tidak melihat walaupun sebagian dari sesuatu tersebut,

namun Anda juga tidak mampu untuk melihatnya.

Seorang penyair berkata:

! Bila -suatu hari- engkau lepaskan pandangan matamu mencari (mangsa)

untuk hatimu, niscaya apa-apa yang dipandangnya akan melelahkan

(menyiksa) diri kamu sendiri.

! Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara

keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat (walau

hanya) sebagian dari sesuatu itu.

Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya: Engkau akan melihat sesuatu yang

engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun hanya sedikit, namun saat

itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya

sedikit.

Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali akhirnya dia

binasa dengan pandangan-pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh

seorang penyair:

! Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan

pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena

pandangan-pandangannya sendiri.

Ada untaian bait lain yang mengatakan:

! (Mungkin) dia sudah bosan selamat, hingga dia biarkan pandangannya

menyaksikan apa yang menurutnya indah.

! Begitulah; dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang

lain, sehingga akhirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.

Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh

seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran

yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang

yang memandang. Ada untaian bait syair yang mengatakan:

! Wahai orang yang dengan sungguh-sungguh melempar anak panah

pandangannya; Engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang

kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau

pandang.

! Dan orang selalu melepas pandangannya, dia akan kehilangan

kesehatannya. (Oleh karena itu) kurunglah pandanganmu itu, jangan sampai

dia mendatangkan musibah kepadamu.

Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal

yang dilarang) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru) berarti

dia menoreh luka baru di atas luka lama; Namun ternyata derita yang

ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus

melakukannya.

! Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandangan lainnya

untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan.

! Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat)mu, padahal,

dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.

! Kau korbankan matamu dengan pandangan dan ta ngisan, sementara

hatimu juga (menjerit seperti) disembelih habis-habisan.

Oleh karena itu dikatakan : "Sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih

mudah daripada menahan langgengnya penyesalan".

2. Khatharat(Pikiran Yang Melintas Di Benak)

Adapun "Al-Khatharat"(pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih

sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari

sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah

menjadi tekad yang bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan

pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu

mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa

me- ngendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik

menguasainya. Dan barangsiapa yang menganggap remeh pikiran-pikiran yang

melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan terseret pada kebinasaan.

Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang,

sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna(palsu).

"Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang

yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu

apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan

kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat

perhitunganNya"(An-Nur: 39).

Orang yang paling jelek cita-citanya dan paling hina, adalah orang yang merasa

puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya

dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal, demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit dan barang dagangan para

pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong yang bisa

merasa puas dengan gambaran-gambaran dalam khayalan, dan angan-angan

palsu.

Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:

! mendapatkan Su'da, dapat menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan itu

Su'da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.

! Angan-angan, yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi

kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang

beberapa waktu dengan angan-angan itu.

Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari

sikap ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang

selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan -disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkannya-

sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan

ke dalam hatinya; dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat.Selanjutnya dia

akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh

pikirannya.

Padahal, itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat. Sama seperti orang

yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman

namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.

Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk

memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang.

Sebab, kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya, tidak

lain adalah dengan cara membuang jauh-jauh setiap pikiran yang jauh dari realita

dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya serta dia juga

tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.

Kemudian "khatharat"atau ide, pikiran yang melintas di benak itu, mempunyai

banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:

Pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan-keuntungan dunia/materi.

a. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/materi.

b. Pikiran yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.

c. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.

Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran-pikiran, ide-ide dan

keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu

ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak

mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata, pikiran-pikiran yang datang itu

banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih

penting, yang dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian

mengakhirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan

kesempatan untuk itu.

Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu:

Pertama, yang penting dan tidak dikhawatirkan kehila- ngan kesempatan untuk

melakukannya.

Kedua, yang tidak penting namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk

melakukannya.

Dua bagian terakhir ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di

sinilah lahir sikap ragu-ragu dan bingung memilih. Bila dia dahulukan yang

penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan untuk yang lain. Namun bila

dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan esuatu yang penting. Begitulah,

kadang-kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin

dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali

dengan mengorbankan yang lain.

Di sinilah, akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui, siapa

orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan

orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan Anda lihat dia

mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan

untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan

kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan Anda tidak akan mendapatkan

seorang pun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang

jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.

Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini

adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya

aturan-aturan syari'at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan.

Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi

dalam dua pilihan yang ada walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang

lebih kecil- kemudian kaidah itu pula menyatakan bahwa kita memilih

kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih

besar.

Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan

kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan

dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar. Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita

jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syari'at atau aturan.

Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pi-

kiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat

ialah yang orientasinya untuk Allah dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.

Kemudian, pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam-macam:

Pertama: Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk

memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah

menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu

hanya media saja.

Sebagian ulama Salaf mengatakan: "Allah menurunkan Al-Qur'an untuk

diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an itu sebagai amalan."

Kedua : Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda

kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan

nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah

sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda

kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang

yang melalaikannya.

Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan

kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan

kasih sayangNya.

Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya -dari hati seorang hamba-

ma'rifatullah(pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan

harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai

dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara

sempurna dengan ma'rifahdan kecintaan kepadaNya.

Keempat: Memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal

perbuatan. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan

pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu

yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan

maka nafsu muthmainnah(jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan

menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan

ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya

untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.

Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara

menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan

waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin,

bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh

kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh

kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya

waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak

akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.

Al-Imam Asy-Syafi'i berkata: "Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan

aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja:

Pertama: "Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah

yang akan menebasmu."

Kedua: "Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya de- ngan kebenaran,

maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan."

Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah

yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan

abadi(Surga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam adzab

yang pedih(Neraka). Waktu itu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan.

Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama

Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak

dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya.

Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila

seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong atau yang paling baik hanya digunakan untuk tidur dan

pengangguran, maka bagi orang semacam ini "mati" itu lebih baik daripada dia

hidup.

Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat- tidak akan mendapatkan

nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka

umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan

dengan Allah.

Pikiran-pikiran atau ide-ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di

atas tadi, dapat kita kategorikan sebagai was-was syaithaniyah(bisikan-bisikan

setan), angan-angan kosong atau halusinasibohong, persis seperti pikiran-pikiran

orang yang kurang waras akalnya, baik karena mabuk atau flydan lain

sebagainya. Di mana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka

saat itu mengatakan:

! Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah

aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia-nyiakan

hari-hariku.

! Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama,

dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga mimpi.

Ketahuilah, sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah

membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan

dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang di

suatu jalan, bila Anda tidak memanggilnya dan Anda biarkan dia, maka dia akan

berlalu meninggalkan Anda. Namun bila Anda memanggilnya, Anda akan

terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa

begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh

hati dan jiwa yang suci dan tenang.

Allah telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia: Nafsu ammarah

dan nafsu muthmainnah. Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang

terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang

terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada

sesuatu yang lebih berat bagi nafsu ammarahmelebihi perbuatan yang dilakukan

karena Allah dan lebih mendahulukan keridhaanNya dari pada hawa nafsunya,

padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu

pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnahdari perbuatan

yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada

amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.

Dalam hal ini, malaikat itu berada di samping kanan hati manusia, sementara

setan di samping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah

berhenti sampai ajal ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan

akan berpihak kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam

kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam

peperangan itu, kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada

bersama kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha

keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan

di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak

dapat dirubah selamanya; bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan

pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.

Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran-pikiran itu bagaikan tulisan yang

diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi seorang yang

berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan-angan kosong dan

fatamorgana yang tidak ada realitanya? Hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa

yang diharapkan dari tulisan-tulisan itu? Apabila ia ingin melukiskan hikmah,

ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu

yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang

tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran-pikiran kotor, maka

pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya,

karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong. Seperti

yang diungkapkan oleh seorang penyair:

Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu

sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku

Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang-orang tasawuf , mereka membangun

kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran-pikiran yang melintas di dalam

benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran-pikiran tersebut untuk

masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat untuk

melakukan kasyaf (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang

bermakna tinggi di dalamnya.

Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan

banyak hal yang lain. Sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan-lintasan

pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya, tiba-tiba setan

mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian setan menanamkan di

dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi

dan paling mulia, setan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran

yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.

Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pi- kiran, maka setan akan

datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Setan akan berusaha

untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut.

Bila tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran kotor, maka setan akan

menyibukkannya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan -yang sebenarnya- tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali

bila keinginan-keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu

mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah Allah- yang memang

dicintai dan diridhaiNya-, kemudian menyibukkan hati dan memperhatikan

perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di

masyarakat, lalu berusaha menyampaikan nya pada orang-orang dengan harapan

mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, setan akan berusaha

menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk

meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah

memikirkan dunia dan masyarakat didalamnya.

Setan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka

capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua.

Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenaran. Karena, kesempurnaan

itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi de- ngan keinginan dan

pikiran yang baik serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang

paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan

keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaanNya.

Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak

memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia

berada. Wallahul musta'an(Allah-lah tempat mohon pertolongan).

Lihatlah, Umar bin Khaththab, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari

keridhaan Allah. Barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga

sedang mempersiapkan tentaranya (untuk jihad). Dengan demikian dia telah

berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk

berkumpul dalam satu ibadah.

Ini adalah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali

mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat dan pandai mencari,

luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah

namun dia juga mendapatkan ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang

diberikan pada siapa yang dikehendakinya.

3. Al-Lafazhat (Kata-Kata Atau Ucapan)

Adapun tentang Al-Lafazhat(kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu

ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak

bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali

dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan

menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang

melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada

keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkin kan ada

keuntungannya, dia melihat lagi; apakah ada kata-kata yang lebih

menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan

menyia-nyiakannya.

Kalau Anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang maka lihatlah

ucapan lidahnya. Ucapan itu akan menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam

hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.

Yahya bin Mu'adz berkata: Hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa

yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka perhatikanlah

seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu

apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin dan sebagainya.

Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana "rasa" hatinya, adalah apa yang dia

keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda bisa mengetahui rasa apa

yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula

Anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, Anda

dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya, sebagaimana Anda

juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.

Dalam hadits Anas radhiallaahu anhu yang marfu', disebutkan:

"Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih

dahulu), dan tidak akan istiqamah hatinya sehingga lidahnya beristiqamah (lebih

dahulu)."

Nabi pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke

dalam Neraka, beliau menjawab: "Mulut dan kemaluan". At-Tirmidzi berkata:

"Hadits ini hasan shahih."

Sahabat Mu'adz bin Jabal pernah bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang

dapat memasukkannya ke dalam Surga dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu

Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari

amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:

"Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu?" Dia berkata: "Ya,

Wahai Rasulullah". Lalu Nabi rmemegang lidah beliau sendiri kemudian berkata:

"Jagalah olehmu yang satu ini." Maka Mu'adz berkata: "Adakah kita bisa disiksa

disebabkan apa yang kita ucapkan?" Beliau menjawab: "Ibumu kehilangan engkau

ya Mu'adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah

mereka (ke Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?"At-Tirmidzi berkata:

"Hadits ini hasan shahih."

Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah

dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina,

mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan

lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya,

sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan

kezuhudan dan ibadahnyapun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang

dapat mengundang kemurkaan Allah I tanpa dia sadari bahwa, satu kata saja dari

apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh

dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak Anda lihat orang yang

mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya namun lidahnya tetap

saja membicarakan aib orang-orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih

hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.

Kalau Anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Muslim

dalam kitab Shahih-nya dari hadits Jundub bin Abdillah, dia berkata: Nabi

bersabda:

"Ada seorang pria yang mengatakan, 'Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si

Fulan itu'. Maka Allah berfirman, 'Siapa orang yang bersumpah bahwa Aku tidak

akan mengampuni si Fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan

menggugurkan amalmu'."

Lihatlah, hamba yang satu ini; dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang

cukup lama/panjang, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan

semua amalnya terhapus.

Dan di dalam hadits Abu Hurairah juga dikisahkan cerita seperti itu, kemudian

Abu Hurairah berkomentar: "Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat

menghancurkan dunia dan akhiratnya."

Dalam Shahih Al-Bukharidan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :

"Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang

termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata

Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang

hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia

tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke

dalam Neraka Jahannam." Dalam riwayat Muslim: "Sesungguhnya seorang hamba

itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia

dapat menjatuhkannya ke dalam Neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari jarak

antara timur dan barat."

Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi

:

"Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang

dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka (pahalanya) sampai seperti apa yang dia

dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya

keridhaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak. Dan sesungguhnya seorang

dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia

tidak menyangka (dosanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata

Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai hari dia menjumpaiNya

kelak."Alqamah mengatakan: "Betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan

disebabkan oleh Hadits Bilal bin Al-Harits ini."

Dalam kitab Jami' At-Tirmidzi, juga dari hadits Anas, dia berkata: Ada seorang

sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki-laki berkata, 'Berilah khabar

gembira dengan Surga', maka Nabi bersabda:

"Dari mana kamu tahu? Barangkali dia pernah mengucapkan (kalimat) yang tidak

ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan) sesuatu yang tidak akan

membuatnya kekurangan."At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan."

Dalam sebuah lafazh hadits disebutkan:

"Ada seorang anak yang meninggal syahid di perang Uhud, lalu ditemukan di

perutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar. Kemudian, ibunya

mengusap debu yang ada di wajahnya sambil mengatakan, 'Berbahagialah engkau

hai anakku, engkau akan mendapatkan Surga'. Maka Nabi rbersabda, 'Dari mana

kamu tahu ?, barangkali dulu dia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak

berguna baginya dan menahan apa yang tidak memberikan mudharat baginya'."

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia

mengatakan yang baik-baik atau diam saja."

Dalam lafazh Muslim disebutkan:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir -bila dia menyaksikan

suatu perkara- maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja."

At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shahihdari Nabi , bahwa beliau

bersabda:

"Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang, yaitu (bila) dia

meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya."

Dan dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata:

"Aku berkata, 'Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat

yang aku tidak akan menanyakannya pada seorang pun setelah engkau'. Nabi

menjawab, 'Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah

engkau'. Aku bertanya, 'Ya Rasulullah, apa yang paling engkau khawatirkan

terhadapku?' Kemudian Nabi rmemegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan, 'Ini'

(maksudnya : lidah, pent)." Hadits ini shahih.

Dari Ummu Habibah isteri Nabi , dari Nabi , beliau bersabda:

"Semua ucapan anak Adam(manusia) itu akan berdampak negatif kepadanya, tidak

akan berdampak positif kecuali; ucapan untuk amar ma'ruf (memerintahkan yang

baik), atau nahyi munkar (mencegah perbuatan munkar), atau dzikir kepada Allah

." At-Tirmidzi berkomentar: "Hadits ini derajatnya hasan."

Dalam hadits yang lain disebutkan:

"Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan

peringatan kepada lidah dan berkata, 'Takutlah engkau kepada Allah,

sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Bila kamu istiqamah kami akan

istiqamah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng'."

Para ulama salaf sebagian mereka ada yang memperhitungkan dirinya, walau

hanya sekedar mengucapkan: "Hari ini panas dan hari ini dingin." Sebagian ulama

juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu

dia menjawab: "Aku tertahan oleh satu ucapan yang aku katakan (yaitu : pent),

Aku pernah mengatakan, 'Oh, betapa butuhnya orang-orang ini akan hujan'. Tiba-tiba ada yang berkata kepadaku, 'Dari mana kamu tahu itu? Akulah yang lebih

tahu akan kemaslahatan hambaKu'."

Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya: "Tolong ambilkan kain

untuk kita bermain-main."lalu dia berkata: "Astaghfirullah, aku tidak pernah

mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya,

terkecuali kata-kata yang tadi aku katakan, keluar dari lidahku tanpa kendali dan

tanpa kekang ..."

Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga

yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri ...

Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah; apakah

semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat ataukah ucapan yang

baik dan yang jelek saja? Di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah

yang pertama.

Sebagian ulama salaf mengatakan: "Semua perkataan anak Adam itu akan

berdampak negatif kepadanya dan tidak akan berdampak positif kecuali ucapan

yang dari Allah dan ucapan yang membela-Nya."

Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: "Inilah yang

memasukkan aku ke dalam berbagai masalah". Ucapan itu adalah tawanan Anda,

bila dia sudah keluar dari mulut Anda berarti Andalah yang menjadi tawa-

nannya. Allah I selalu memonitor lidah setiap kali berbicara:

"Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat

pengawas yang selalu hadir."(Qaf: 18).

Bahaya Lidah

Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah

satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu;

penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi, bisa jadi salah satu

dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain. Orang

yang diam terhadap kebenaran adalah setan yang bisu, dia bermaksiat kepada

Allah, serta bersikap riya'dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan

menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara dengan kebatilan, adalah setan

yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru

ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di

antara dua posisi ini.

Adapun orang-orang yang ada di tengah-tengah -yaitu mereka yang berada pada

jalan yang lurus- sikap mereka adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang

batil dan membiarkannya berbicara dalam hal-hal yang dapat membawa manfaat

pada mereka di akhirat. Sehingga Anda tidak akan melihat mereka mengucapkan

kata-kata yang sia-sia tanpa manfaat, apa lagi sampai mengucapkan kata-kata

yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti. Sesungguhnya ada seorang

hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar

gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut.

Dan ada pula yang datang dengan dosa-dosa sebesar gunung, namun dia dapati

lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah

dan apa yang berhubu ngan dengannya.

Al-Khathawat (Langkah Nyata Untuk Sebuah Perbuatan)

Adapun tentang Al-Khathawat(langkah nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini

bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya

kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala-Nya, bila

ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan

langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang

memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara

meniatkannya untuk Allah I, dengan demikian maka seluruh langkahnya akan

bernilai ibadah.

Ketergelinciran pada perbuatan salah itu ada dua macam; tergelincir kaki dan

tergelincir lidah. Oleh karenanya dua macam ketergelinciran ini digandengkan oleh

Allah dalam firmanNya:

"Dan hamba-hamba Ar-Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan

rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan

kata-kata (yang mengandung) keselamatan."(Al-Furqan: 63).

Di sini Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan-ucapan dan langkah-langkah mereka. Sebagaimana Allah juga menggandengkan

antara Al-Lahadzat(pandangan) dan Al-Khatharat(lintasan pikiran) dalam

firmanNya:

"Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati."(Ghafir:

19).

Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi

penjelasan akan diharamkannya zina dan kewajiban menjaga kemaluan,

Rasulullah bersabda:

"Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam Neraka ialah lidah dan

kemaluan."

Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslimdari Nabi :

"Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali dengan tiga hal; Orang yang sudah

kawin lalu berzina, jiwa dengan jiwa (qishah karena membunuh orang) dan orang

yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jama'ah."

Dalam hadits ini ada penggandengan antara zina dengan kufur dan membunuh

jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al-Furqan, juga seperti

yang ada dalam hadits Ibnu Mas'ud.

Penggandengan Antara Zina, Kufur , Dan Membunuh Jiwa

Dalam hadits di atas Nabi menyebutkan hal yang paling banyak terjadi secara

berurutan. Perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan,

dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah(keluar dari Islam).

Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan

kemaslahatan dalam kehidupan. Sebab, bila seorang wanita telah melakukan zina

berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng

wajah mereka di hadapan orang-orang. Bila dia sampai hamil kemudian

membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan

pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah

memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain

yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan

lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka

hal ini -selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya

hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan

menjadikannya hancur. Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat

kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran

terhadap larangan-larangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak

orang dan penganiayaan yang ada di balik perbuatan zina.

Di antara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat

mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya

suram serta mendatangkan kebencian orang.

Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati,

membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan

perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat

dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada bahaya -setelah bahaya perbuatan

membunuh- yang lebih besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk

menghukum pelaku perbuatan zina ini Allah mensyari'atkan hukuman bunuh

(rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar

bahwa isterinya dibunuh orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia

mendengar bahwa isterinya berbuat zina.

Sa'ad bin Ubadah radhiallaahu anhu berkata: "Sekiranya aku melihat seorang pria

berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang

tanpa pikir panjang lagi." Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah , lalu

beliau bersabda:

"Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa'ad? Demi Allah, sungguh aku ini

lebih cemburu dari dia, dan Allah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa

agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik

yang lahir maupun yang batin."(Muttafaq 'alaih).

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi :

"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mukmin itu juga

cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba melakukan

apa yang diharamkan kepadanya."

Dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi :

"Tak ada seseorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah

mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada

seorangpun yang lebih senang menerima udzur (permohonan maaf) dari Allah, oleh

karena itu Dia mengutus para rasul untuk memberikan kabar gembira dan

peringatan. Tak ada seorangpun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh

karena itu Dia memuji diriNya sendiri."

Juga dalam kitab Ash-Shahihain, diriwayatkan khutbah Nabi di saat shalat

gerhana matahari, beliau bersabda:

"Hai umat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari

Allah ketika ada seorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina.

Hai umat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang

aku ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Kemudian

beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata: "Ya Allah, adakah aku sudah

sampaikan."

Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana

matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya

fenomena zina ini merupakan tanda rusaknya alam ini, dan itu semua adalah

salah satu tanda Kiamat; seperti yang disebutkan dalam Ash-Shahihain , dari Anas

bin Malik bahwa dia berkata: Aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits

yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku.

Aku mendengar Rasulullah bersabda:

"Di antara tanda-tanda Kiamat yaitu bila ilmu (syar'i) menjadi sedikit(kurang), dan

kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana). Pria

jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh

wanita (perbandingannya) satu orang pria."

Salah satu sunnatullahyang diberlakukan pada makhlukNya, yaitu bahwa ketika

zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaanNya sangat

keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam

bentuk adzab dan musibah yang diturunkan.

Abdullah bin Mas'ud berkata: "Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah,

melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan."

Seorang pendeta Bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang

perempuan, lalu dia berkata: "Sebentar, wahai anakku!" Kemudian sang ayah itu

pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan

dikatakan kepadanya: "Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang

sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya."

Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga Hal

Allah mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan

hukuman-hukuman lainnya dengan tiga hal.

Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan.

Dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman

terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan

cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.

Kedua , Allah melarang hamba-hambaNya untuk merasa kasihan kepada para

pelaku zina sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada

para pezina itu. Sebab, Allah mensyari'at kan hukuman tersebut didasarkan pada

kasih sayang dan rahmatNya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian,

namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan

berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yg ada di hati

kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah.

Hal ini -walaupun sebenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman

(hudud)yang disyari'atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu

kekhususan, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab

kebanyakan orang tidak mempunyai perasaan marah dan sikap kasar terhadap

pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina

atau pemabuk. Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang

kepada para pelaku dosa lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena

itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak

diberlakukannya hukuman Allah .

Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena

perbuatan zina ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah.

Kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk

melakukannya (melampiaskan libido. pent) dan orang yang melakukannya juga

berjumlah banyak. Dan yang paling ba- nyak menjadi penyebabnya ialah cinta;

sementara hati manusia itu secara tabiat, punya perasaan kasihan pada orang

yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak di antara mereka yang siap memberikan

bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya bentuk dari percintaan itu termasuk

yang diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu

memang sudah diakui oleh orang-orang.

Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina)kebanyakan terjadi dengan adanya suka

sama suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan

lainnya yang membuat jiwa orang-orang itu geram.

Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehingga timbullah perasaan kasihan

yang mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah I. Ini semua

timbul dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dapat dicapai dengan

adanya kekuatan yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya

rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga

dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmatNya.

Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu

cambuk ataupun rajam, pent) hendaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mukmin, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat

menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hukuman tersebut lebih efektif untuk

tujuan "zajr"(membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain melakukannya).

Hukuman bagi pezina yang "muhshan"(sudah berkeluarga) diambil dari hukuman

Allah terhadap kaum Nabi Luth' u yang dilempar dengan batu. Yang demikian itu

karena perbuatan zina dan liwath(homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth' u)

adalah sama-sama perbuatan fahisyah(keji dan kotor). Keduanya dapat

menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah di dalam

penciptaan perintahNya. Kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh praktek

liwath(homosex) itu sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang menjadi korban

perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih baik untuk dibunuh saja; sebab dia itu

mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali selamanya.

Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari

mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada

makhlukNya. Hati dan jiwa orang tersebutsudah dipengaruhi oleh sperma pelaku

liwathseperti berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.

Ada perbedaan pendapat di antara sebagian orang; apakah orang yang menjadi

pelaku liwathitu bisa masuk Surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat.

Aku mendengar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua

pendapat ini.

Mereka yang mengatakan tidak akan masuk Surga memberikan hujjahdengan

beberapa hal:

Di antaranya, bahwa Nabi bersabda:

"Tidak akan masuk Surga anak seorang pezina."

Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak

mempunyai dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai

kejelekan dan kekotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kebaikan

apa pun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah(sperma) yang

kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja

sangat pantas untuk masuk api Neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang

memang tercipta dari sperma yang haram?

Mereka mengatakan: Orang yang menjadi pelaku liwathitu lebih jelek dari anak

hasil zina, lebih hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas untuk tidak

mendapat taufik kebaikan. Dia juga pantas dihalangi untuk mendapatkan taufik

tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, maka Allah akan

menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai

hukuman baginya. Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang sudah

seperti itu di masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di masa tuanya. Dia

tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat

yang nashuha.

Namun setelah diteliti, yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu

bahwa bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian

mendapatkan karunia taubat yang nashuhaserta amal yang shalih, lalu

kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu merubah

perbuatan-perbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci

aibnya dengan beragam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga

pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-benar

jujur kepada Allah dalam mu'amalah-nya, maka orang yang semacam ini akan

mendapat ampunan dan dia akan termasuk ahli Surga. Sebab, Allah Maha

mengampuni seluruh dosa. Bila taubat itu -kita ketahui- dapat menghapus segala

macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para nabi dan para

waliNya, atau sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi

penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia

Yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa:

"Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa."

Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa barangsiapa yang bertaubat

dari perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti

perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan, dan ini adalah

ketentuan hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari

berbagai macam dosa.

Allah berfirman:

"Katakanlah: Wahai hamba-hambaKu yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah

kalian putus asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni

seluruh dosa, seungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih."(Az-Zumar:

53) Dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosa pun. Namun

hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat.

Bila ternyata orang yang menjadi pelaku perbuatan liwathitu di masa tuanya

lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia taubat nashuhadan

amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak pula

mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit untuk

mendapatkan husnul khatimahyang dapat memasukkannya ke dalam Surga di

saat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman baginya. Sungguh Allah

memberikan hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya,

sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya,

sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan

perbuatan baik lainnya.

Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam

Su'ul Khatimah

Bila Anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput,

Anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul

khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan-perbuatan jelek mereka.

Al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-Syibli berkata :

"Ketahuilah bahwa su'ul khatimahitu -semoga Allah menjauhkan kita darinya-

mempunyai penyebab-penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang

mengantarkan kepadanya. Penyebab, jalan dan pintu yang paling besar ialah larut

dalam urusan keduniaan, tidak acuh dengan urusan akhirat dan berani

melakukan maksiat kepada Allah. Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa

melakukan kesalahan atau maksiat tertentu, atau sudah terbiasa tidak acuh dan

berani melakukan maksiat, sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh

kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijabyang dapat

menutupinya. Akibatnya, teguran tidak akan lagi berguna, nasihat tidak akan lagi

bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan

demikian. Lalu datanglah panggilan kebaikan dari sebuah tempat yang jauh,

namun dia tidak dapat memahami maksudnya. Dia tidak tahu apa yang

diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun orang yang meneriakkan panggilan itu
terus mengulangi dan mengulanginya lagi."
Diriwayatkan, bahwa ada seorang dari anak buah An-Nashir (salah seorang
pemimpin di masa Abbasiyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut,
kemudian anaknya berkata: "Ucapkanlah, 'Laa Ilaaha Illallah!" Orang itu berucap:
"An-Nashir adalah tuanku." Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun
jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah
dia siuman, dia berucap lagi: "An-Nashir adalah tuanku." Begitulah terus
menerus. Setiap kali dikatakan kepadanya ucapan "Laa Ilaaha Illallah"dia malah
berucap: "An-Nashir adalah tuanku." Kemudian dia berkata pada anaknya: "Hai
Fulan, sesungguhnya An-Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan
keberanianmu membunuh/ berperang", kemudian dia meninggal dunia.
Abdul Haq berkata: "Pernah dikatakan juga pada orang lain -yang saya
mengenalnya-: "Ucapkanlah 'Laa Ilaaha Illallah', tiba-tiba dia malah berucap:
"Tolong rumah yang di sana itu diperbaiki dan kebun yang di sana itu, tolong di
kerjakan ..."
Abdul Haq juga berkata: "Diantara riwayat dari Abu Thahir As-Silafiy yang dia
izinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu kisah bahwa ada seorang pria yang
edang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya: Ucapkanlah 'Laa Ilaaha
Illallah'. Namun dia malah mengucapkan kata-kata dengan bahasa Persia yang
artinya 'sepuluh dengan sebelas' (maksudnya, boleh berutang sepuluh tapi
bayarnya sebelas, pent)."
Dan pernah pula dikatakan pd orang lain lagi:Ucapkanlah 'Laa Ilaaha Illallah'.Dia
malah mengatakan "Mana jalan ke pemandian Manjab?" (nama pemandian).
Kata Abdul Haq: "Kata yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada
seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya
menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba lewat di situ seorang
wanita cantik dan bertanya, 'Mana jalan ke pemandian Manjab? Dia menjawab
(sambil menunjuk ke pintu rumahnya), 'Ini dia pemandian Manjab itu!' Maka,
wanita itu pun masuk ke dalam rumahnya sampai ke belakang. Setelah dia sadar
terjebak di rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia pura-pura
menampakkan rasa gembira dan suka citanya karena pertemuannya dengan pria
itu. Kemudian wanita itu berkata, 'Sebaiknya (sebelum kita berkumpul), engkau
harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat indah kehidupan
kita sekaligus menyenangkan hati kita'. Dengan segera pria itu menjawab,
'Sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua apa yang kamu inginkan
dan kamu senangi'. Lalu dia pergi ke luar dan meninggalkan si wanita dalam
rumah, namun tidak menguncinya. Kemudian dia pun mengambil apa yang dia
bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang, si wanita itu telah keluar dan
pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa-apa dari rumahnya. Pria itu
akhirnya menjadi mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita tadi. Dia berjalan
di lorong-lorong dan gang-gang sambil mengatakan:
"Ya Tuhanku, suatu hari, di kala sudah lelah dia bertanya, 'Mana jalan ke
pemandian Manjab?'.
Suatu saat, di waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita -dari
jendela pintu rumahnya- berkomentar:
"Mengapa -di saat sudah mendapatkannya- tidak dengan segera engkau menutup
rumah itu atau mengunci pintunya?"
Mendengar itu, mabuk kepayangnya tambah menjadi-jadi. Begitulah terus
ondisinya sehingga bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal
dunia."
Suatu malam, Sufyan Ats-Tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu, ada yang
bertanya kepadanya: "Adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan
dosa?" Lalu Sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata: "Dosa itu lebih
ringan dari batu ini, aku menangis karena takut akan su'ul khatimah."
Sungguh, ini adalah pemahaman yang sangat baik, bila seseorang itu khawatir
bahwa dosa-dosanya akan membuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti,
sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah .
Al-Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda' di saat sakaratul maut
datang, dia pingsan tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca:
"Dan (begitulah) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka
belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat."(Al-An'am: 110).
Dan oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat
menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haq juga berkata:
"Ketahuilah bahwa su'ul khatimahitu -semoga kita dilindungi oleh Allah darinya-
tidak akan terjadi pada orang yang secaralahir dia istiqamah dan secara batin dia
shalih. Su'ul khatimahakan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau
senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan. Barangkali hal
itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya sebelum
sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki dirinya, urat
nadinya dicabut sebelum dia kembali pada Allah, sehingga saat itu setan berhasil
merenggut dan menyambarnya di saat yang genting tersebut. Na'udzu billah!"
Diriwayatkan bahwa -di Mesir- dulu ada seseorang yang selalu pergi ke mesjid
untuk adzan dan melakukan shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya
ibadah. Suatu hari dia naik ke menara -seperti biasanya untuk adzan-. Di bawah
menara itu ada rumah seorang Nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut,
dan melihat anak perempuan pemilik rumah itu akhirnya dia tergoda dengannya,
lalu dia tinggalkan adzan saat itu, turun menemuinya, dan masuk ke dalam

rumahnya. Anak perempuan itu bertanya: "Ada apa, apa yang kamu inginkan?"Dia menjawab: "Aku menginginkan kamu." Dia bertanya lagi: "Mengapa demikian?"Dia menjawab: "Sungguh, engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku." Perempuan itu berkata: "Aku tidak akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya." Pria tadi menjawab: "Aku akan mengawinimu lebih dahulu." Perempuan itu berkata: "Engkau seorang muslim dan aku nashrani. Ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu. Lelaki itu berkata: "Aku akan masuk agama Nashrani!" Maka wanita itu berkata: "Jika kamu lakukan itu, maka aku mau!" Akhirnya lelaki itu resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya.Dia pun tinggal bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik ke loteng yang ada di rumah tersebut, kemudian dia jatuh dan langsung mati. Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya."Diriwayatkan pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang.Kesenangan dan kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasai hatinya.Bahkan, dia sampai jatuh sakit dan harus tidur beristirahat karenanya.Sementara orang yang dicintai itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidaksuka dan menjauh darinya. Sementara itu, orang-orang terus berusaha mempertemukan keduanya, sehingga, dia pun berjanji untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar tersebut, dia pun gembira dan sangat bersuka cita.
Kesempitan di dadanya pun terasa hilang. Jadilah dia menunggu pada waktu yangsudah ditentukan untuknya. Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akanmempertemukan keduanya, lalu menyampaikan: "Dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi dia berkata, 'Orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan dia pun gembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan.' Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi. Mendengar hal itu, orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali
sakit dengan kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya. Tanda-tanda
kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan:
Wahai Salm, wahai penenang hati yang sakit. Wahai obat bagi tubuh yang kurus.
Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku ketimbang rahmat Allah Yang Maha
Pencipta dan Maha Mulia.
Maka (Abdul Haq Al-Asyibly) berkata kepadanya: "Wahai Fulan, takutlah engkau kepada Allah!!" Dia menjawab: "Semuanya sudah terjadi." Akhirnya aku meninggalkannya. Dan tidak sampai aku melewati pintu rumahnya,hingga aku mendengar dengan nyaring suara kematian. Kita berlindung kepada Allah dari su'ul khatimah.

Sumber http://www.teoripendidikan.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

0 comments:

Post a Comment