Thursday 23 January 2020

Saham IPO = Saham Gorengan

Setiap ada saham yang barusan listing / melantai di Bursa Efek (terutama beberapa hari pertama), harga sahamnya biasanya akan naik dengan sangat cepat. Hari pertama bisa naik 30%. Demikian juga beberapa hari setelahnya, saham2 IPO masih bisa lanjut naik sampai puluhan persen. 

Tentu saja pergerakan saham2 IPO ini seringkali membuat para trader saham tergiur untuk mentradingkannya. Siapa yang nggak mau dapat untung 20-30% hanya dalam waktu singkat? 

Saya juga sering menerima pertanyaan teman-teman trader: "Pak apakah ada tips untuk trading di saham2 yang baru IPO? Soalnya biasanya naiknya cepet banget"

Namun kita semua tahu bahwa beberapa ciri saham gorengan adalah kenaikan harga sahamnya yang sangat cepat, dengan likuiditas rendah dan fluktuatif yang nggak wajar. 

"Jadi apakah saham IPO itu masuk dalam kriteria saham gorengan ya Pak Heze?" Tanya anda 

Betul, boleh saya katakan bahwa saham2 IPO mayoritas adalah saham-saham yang bergerak naik-turun tidak wajar, dengan likuiditas yang rendah. Kesimpulannya, banyak saham IPO yang merupakan saham-saham gorengan. 

Dalam 3-4 tahun terakhir, saya memperhatikan saham-saham yang baru IPO selalu punya pergerakan saham yang tidak wajar di awal2 IPO-nya, dan ujung2nya selalu berakhir jadi saham gorengan. Tidak sedikit juga saham2 IPO yang ditinggal bandar. Baca juga: Ciri-ciri Saham yang Ditinggal Bandar. 

Faktanya, walaupun banyak saham IPO yang punya brand ternama, tapi tidak lama kemudian sahamnya selalu berakhir dengan pergerakan harga yang jelek, downtrend dan tidak likuid. Anda bisa perhatikan contohnya seperti saham Garuda Food dan Campina. 

Emiten tersebut punya brand yang cukup terkenal, dan bahkan digadang-gadang akan menjadi saham blue chip yang baru. Namun, fakta justru berkata sebaliknya. Sekarang sahamnya 'tenggelam', nggak banyak dibicarakan, likuiditas sahamnya juga sangat rendah. 

Saham CAMP
Anda bisa lihat contoh saham Ice Cream Campina (CAMP) diatas, di mana tren sahamnya turun terus pasca IPO, dengan volume yang tipis. Dan mayoritas saham IPO selalu punya pergerakan saham yang kurang lebih seperti chart CAMP diatas, bahkan banyak yang pergerakan sahamnya lebih buruk. 

Mengapa hampir semua saham IPO itu pergerakannya seperti saham-saham gorengan? Apakah hal ini menandakan bahwa pasar saham kita tidak sehat? Apakah saham2 IPO masih layak ditradingkan?

Kita semua tidak pernah tahu apa tujuan sebenarnya perusahaan bersedia untuk go public. Secara teori, tujuan perusahaan go public adalah untuk mendapatkan pendanaan dari pasar modal. Tapi saya yakin praktikknya tidak sehitam putih itu. 

Kalau tujuannya hanya untuk itu, saya yakin banyak manajemen perusahaan yang ogah untuk IPO. IPO itu sendiri juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Setelah IPO, perusahaan juga memiliki banyak kewajiban, keterbukaan informasi yang harus diungkapkan ke publik. Perusahaan harus membayar biaya-biaya seperti: 

- Biaya jasa pencatatan tahunan saham pada Bursa Efek. 
Biaya pengawasan ke Otoritas Jasa Keuangan melalui situs SIPO.OJK.GO.ID. 
- Biaya jasa kantor akuntan publik (audit laporan tahunan)
- Biaya jasa penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek ke Kustodian
- Biaya jasa notaris (untuk RUPS)

Dan tentu itu semua costly alias butuh biaya yang tidak sedikit. Di satu sisi, perusahaan harus mengungkapkan keterbukaan informasi yang akurat (jumlah pemegang saham Direksi Komisaris), keterbukaan laporan keuangan kepada publik, kewajiban menyelanggaran RUPS (biaya lagi dan lagi). 

Jadi dalam hal ini untuk bisa mendorong perusahaan2 tertutup agar mau go public, Bursa Efek memberikan insentif2. Beberapa diantaranya adalah memberikan keringanan biaya IPO, dan keringanan minimal jumlah saham beredar. Hal ini karena Bursa Efek juga ingin mengejar target jumlah saham yang IPO di Indonesia. 

Dengan adanya keringanan2 ini, maka mulai banyak perusahaan yang IPO. Jadi nggak heran kalau mayoritas perusahaan2 IPO zaman sekarang sahamnya sangat tidak likuid, karena banyak perusahaan yang "asal-asalan" dalam IPO, mengingat syarat jumlah saham beredarnya tidak sesulit dulu (dengan saham yang sedikit sudah bisa IPO).

Di satu sisi, manajemen perusahaan bersedia IPO karena ada 'tujuan-tujuan lain', yaitu "orang dalam" (owner dan manajemen) ingin mendapatkan KEUNTUNGAN PRIBADI dari kenaikan harga sahamnya di pasar reguler (setelah IPO). 

Bagaimana caranya? Ya dengan "menggoreng" sahamnya sendiri, yang biasanya juga dilakukan melalui 'bantuan pihak ketiga' (bandar). Dari aksi goreng-menggoreng sahamnya sendiri itulah "orang dalam" bisa mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari saham-saham yang berhasil listing di Bursa.

Anda mungkin ingat dengan kasus saham POSA yang digugat melalui jalur hukum karena kegiatan menggoreng saham dalam jumlah masif, yang banyak sekali memakan korban trader ritel. Baca juga: Belajar dari Kasus Saham POSA. 

Apabila anda cermati pergerakan saham2 IPO, hampir semua pergerakan harga sahamnya sangatlah tidak wajar. Setelah saham naik tinggi, harganya bisa jatuh drastis sampai balik lagi ke harga IPO, dan mendadak nyaris tidak ada transaksi sama sekali. 

Ya inilah yang dinamakan dengan permainan bandar dan "orang dalam", karena seperti yang saya tuliskan tadi: Kalau perusahaan dianjurkan untuk IPO hanya dengan tujuan "biar dapat pendanaan segar", "biar nilai perusahaan bertambah", maka manajemen perusahaan juga pasti akan penuh pertimbangan dalam IPO. 

Walaupun sudah ada insentif2 yang diberikan Bursa Efek, tapi tentu saja manajemen juga ingin mendapatkan keuntungan dari saham yang sudah di-listing-kan di pasar saham. Cara satu2nya dengan menaik-turunkan harga saham sesuai keinginannya.

Apalagi dengan keringanan dan insetif2 itu tadi, maka syarat IPO jadi lebih mudah. Dengan saham beredar yang sedikit, perusahaan sudah bisa go public. Semakin sedikit jumlah saham yang dilepas ke market, semakin mudah manajemen untuk 'setting' harga sahamnya. Paham sampai disini? 

SAHAM IPO SANGAT BERISIKO

Nah, kita semua sudah tahu permainan saham-saham IPO ini. Itu artinya, saham IPO adalah saham yang sangat berisiko untuk trading. 

Jujur saja, saya sangat tidak menyarankan anda untuk trading di saham IPO, terutama kalau saham IPO itu baru listing di hari-hari awal. Kalau anda ingin trading di saham2 IPO, saran saya tunggulah paling tidak 1-2 minggu setelah sahamnya IPO dan pergerakannya sudah tidak seliar hari-hari awal. 

Dan untuk saham2 IPO, anda bisa pertimbangkan untuk trading cepat alias scalping. Anda harus jauh lebih disiplin untuk take profit dan cut loss, serta menggunakan modal kecil. 

Mayoritas saham2 IPO tidak bisa kita tebak arah pergerakannya, karena bandar lebih banyak berperan mengatur harganya demi keuntungan manajemen. 

Jadi kalau anda menyimpan saham2 IPO yang tidak likuid dan fundamentalnya juga tidak jelas, maka risikonya akan besar. Contohnya seperti saham SWAT. Baca disini: Saham IPO yang Menjebak Trader: Studi Kasus Saham SWAT. 

Semoga pos ini bisa membuka wawasan kita semua tentang trading saham. Pesan saya, jangan mudah tergiur oleh saham-saham IPO yang selalu jadi top gainer. 

Ada banyak permainan saham IPO yang sangat berpotensi merugikan trader, dan saham2 IPO yang tidak likuid akan sulit untuk dibeli (banyak spread bid-offernya yang renggang). 

Untuk menciptakan portofolio saham yang sehat, prioritaskan untuk membeli saham2 yang bagus secara teknikal dan fundamental.

SAHAM IPO YANG SEHAT 

Kedepan saya (dan anda juga pasti sependapat) sangat berharap agar banyak perusahaan dengan kinerja yang benar2 bagus bisa melantai di Bursa, dan bisa mencatatkan jumlah saham beredar yang banyak, sehingga sahamnya jadi likuid. 

Sebagai trader dan investor, semakin banyak perusahaan sehat yang masuk Bursa, semakin bagus juga kualitas pasar saham dan kesempatan kita meraih profit dan mengurangi risiko akan semakin besar. 

Selain menjalankan aktivitas trading saham, kita semua juga turut berdoa yang terbaik agar kualitas pasar saham kita semakin baik dan berjaya. 

0 comments:

Post a Comment