Dalam trading atau invetasi saham, anda mungkin sering mendengar istilah saham blue chip. Saham-saham blue chip seringkali diidentikan dengan saham2 yang bisa 'menggerakan' IHSG. Banyak rekan-rekan yang bertanya-tanya, apa itu saham blue chip? Dalam hal apa suatu saham bisa dikategorikan sebagai saham blue chip? Bagaimana cara membedakan saham blue chip dengan saham2 non blue chip?
Saham2 yang ada di Bursa Efek bisa dibedakan menjadi saham2 lapis satu (biasa disebut blue chip), saham lapis dua dan saham2 lapis tiga (biasanya disebut sebagai saham gorengan / junk stock). Baca juga: Memahami Saham Lapis Satu, Lapis Dua dan Tiga.
Sebenarnya tidak ada kriteria khusus agar suatu saham dikatakan saham blue chip atau bukan. Semua tergantung dari subjektivitas anda. Broker anda mungkin mengatakan saham A adalah saham blue chip. Tapi pandangan ini mungkin saja berbeda dengan orang lain.
Namun untuk lebih memahami apa itu saham blue chip, ada baiknya anda mengetahui beberapa kriteria umum yang biasa digunakan untuk menilai saham-saham blue chip yaitu sebagai berikut:
1. Kapitalisasi pasar
Saham blue chip adalah saham2 yang memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar, yaitu diatas Rp40 triliun. Maka dari itu, saham blue chip sering disebut sebagai saham2 big caps yang mampu mempengaruhi pergerakan IHSG. Baca juga: Jenis Saham Berdasarkan Nilai Kapitalisasi Pasar.
Dikarenakan nilai kapitalisasi pasarnya yang besar, saham2 blue chip selalu memiliki likuiditas saham yang baik.
Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang kecil atau menengah biasanya akan dikategorikan sebagai saham lapis dua atau saham lapis tiga. Jadi kalau anda menemukan saham yang kapitalisasi pasarnya, katakanlah hanya Rp10 triliun, maka saham tersebut tidak bisa disebut saham blue chip.
2. Blue chip adalah mature company
Perusahaan2 blue chip adalah perusahaan yang mature company. Mature company maksudnya adalah perusahaan yang sudah lama sekali berdiri (beroperasi), memiliki brand yang sangat kuat dan melekat di masyarakat, dan memimpin pasar di industrinya.
Perusahaan2 blue chip pada umumnya memiliki aset, modal dan mampu meraih laba bersih yang jauh lebih besar dibandingkan rata-rata perusaahan di satu sektor sejenis.
Contohnya di sektor finance adalah BBRI, BBCA, BMRI, BBNI. Anda bisa cek laporan keuangan perusahaan2 tersebut, dan anda bandingkan kinerja (baik dari jumah aset, maupun laba bersih) dengan perusahaan2 lainnya di sektor finance.
Anda bisa lihat perbedaannya, di mana emiten2 tersebut memiliki kinerja yang jauh unggul diatas perusahaan di sektor finance lainnya. Contoh lainnya di sub sektor rokok, anda bisa bandingkan HMSP, GGRM dengan emiten2 rokok lainnya. HMSP dan GGRM memiliki kinerja yang jauh diatas emiten2 sektor rokok lainnya.
Nah karena perusahaan blue chip ini sudah mature company, tidak melakukan banyak ekspansi dan memiliki peningkatan laba bersih yang stabil, umumnya emiten2 blue chip selalu membagikan dividen yang rutin setiap tahun, bahkan beberapa emiten bisa membagikan dividen lebih dari sekali dalam setahun.
Di mana kebanyakan saham blue chip ini biasanya membagikan dividen dengan nilai dividend per share (DPS) yang cukup tinggi dibandingkan emiten2 lain yang sejenis(DPS tinggi karena laba bersih yang dihasilkan besar).
3. Perusahaan blue chip tidak membukukan kenaikan laba bersih yang fantastis
Karena perusahaan2 blue chip sudah mature di industrinya, perusahaan blue chip umumnya membukukan kenaikan laba bersih yang stabil setiap tahun. Tidak ada kenaikan laba bersih yang fantastis.
Jadi katakanlah perusahaan UNVR hanya membukukan kenaikan laba bersih sebesar 10%. Atau Bank BRI yang membukukan kenaikan laba bersih 25%.
Jadi kalau anda menemukan perusahaan yang membukukan kenaikan laba bersih sampai 60% atau bahkan labanya naik 100% lebih dalam setahun, maka perusahaan2 tersebut bukanlah perusahaan blue chip, melainkan growth company.
4. Harga saham blue chip cenderung tinggi
Pada umumnya saham2 blue chip harganya cenderung mahal (dalam arti nominal). Saham2 blue chip harganya biasanya diatas 3.000 per saham, bahkan banyak saham blue chip yang harganya sudah 5.000 keatas.
Empat hal inilah yang sering menjadi patokan apakah suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham blue chip atau tidak.
Jadi kesimpulannya, saham blue chip adalah saham-saham yang perusahaannya memiliki kinerja mumpuni, sudah mapan di industrinya, dan meemiliki brand yang kuat di masyarakat. Selain itu, blue chip memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan punya likuiditas saham yang bagus.
MENILAI SAHAM BLUE CHIP ATAU BUKAN...
Sama seperti anda menilai apakah suatu saham dikategorikan sebagai saham lapis dua atau saham gorengan, penilaian mengenai saham blue chip atau tidak sebenarnya ada unsur subjektivitasnya. Baca juga: Kenali Saham Gorengan di Indonesia.
Di pos ini: Daftar Saham Blue Chip di Indonesia, saya pernah memberikan contoh saham2 blue chip menurut versi saya. Nah, saham2 yang dikategorikan sebagai saham blue chip bisa berubah menjadi saham non-blue chip. Contohnya saham BUMI tahun 2008 merupakan saham blue chip. Tetapi sekarang BUMI justru masuk dalam kategori saham lapis tiga.
Tetapi saham2 blue chip pada umumnya ya itu-itu saja. Tidak sulit untuk melihat apakah saham dikategorikan blue chip atau tidak. Kalau anda sering baca-baca berita, biasanya saham2 yang menjadi pemberat dan pendongkrak IHSG itulah yang dimaksud dengan saham2 blue chip.
Contoh2 gampangnya ya HMSP, GGRM, TLKM, BBCA, BBRI, UNVR, ICBP, INDF, BMRI, BBNI, UNTR, ASII itulah contoh2 saham blue chip di pasar saham kita. Anda bisa lihat likuiditas saham tersebut, dan anda bandingkan kinerja emiten2 tersebut dengan emiten lain di sektor sejenis.
0 comments:
Post a Comment