Saturday, 24 May 2025

Puisi: Penangkapan Gus Wim di Kartosuro




Di Kartosuro malam menggigil,
angin membawa kabar yang tak terbilang.
Gus Wim, pejalan sunyi dari Nganjuk,
cucu darah dari Syeikh Asy-Syamsi,
hingga Syeikh Arfiyak, leluhur langit bumi.

Langkahnya tenang memikul do'a,
di balik baju putih dan kopyah sederhana.
Namun malam itu, tangan besi mencengkeram,
tak paham akan hikmah dalam diam.

Ia bukan pencuri harta dunia,
tapi penjaga warisan kalbu dan do'a.
Darahnya mengalirkan zikir para auliya,
namun ditanya, dihukum, seakan lara.

Wahai Kartosuro, kau saksi luka sejarah,
tempat para wali pernah mengajar pasrah.
Kini cucunya ditangkap dalam diam,
adakah yang paham apa makna yang dalam?

Gus Wim bukan hanya nama,
ia getar dari silsilah yang membawa cahaya.
Dari Nganjuk ia berjalan, membawa amanah,
hingga Kartosuro, tempat sunyi berubah gundah.

Dan langit bersaksi tanpa suara,
bahwa kadang para kekasih diuji di dunia.
Tapi warisan para wali tak pernah punah,
meski tubuh diborgol, ruh tetap bebas melangkah.

0 comments:

Post a Comment