Zaid bin Tsabit, duduk bersila,
di tangannya lembar-lembar wahyu mulia.
Tak ada kontrak, tak ada hak cipta,
tak pula stempel “best seller dunia”.
Ia menulis demi langit,
bukan demi lembaran kertas kredit.
Ia hafal tiap lafaz dan titik,
tanpa berharap jadi tokoh iklan etik.
Kini zaman telah berganti,
kitab suci pun masuk percetakan resmi.
Ada versi mewah, ada bonus CD,
ada yang jualan dengan dalil cerdik bestie.
“Royalti mana, Zaid?”
Andai kau hidup di abad ini, mungkin kau heran dan sedikit pahit.
Yang dulunya amanah kini jadi bisnis,
yang suci kadang diperdagangkan secara manis.
Tapi tenang, wahai penulis wahyu,
namamu bersih, tetap jernih seperti embun subuh.
Engkau tak butuh royalti dunia fana,
karena engkau sudah dibayar surga.







0 comments:
Post a Comment